"Setiap orang yang berasal dari 'spesies' tertentu, di mana pun akan selalu berkelompok dengan orang-orang se-spesies, untuk kemudian membuat ikatan-ikatan emosional tertentu, yang terkadang membabi buta"
Itu adalah sebuah frasa yang akhirnya kami keluarkan sebagai teori (yang tentunya tak ilmiah - atau, ada yang dapat menemukan sumber referensinya?) dalam sebuah sesi omong kosong seusai mengajar dengan sesama rekan sok-tahuist sejawat, ketika membahas permasalahan yang kami hadapi dalam menangani sekelompok pra remaja (sekitar kelas 6 SD sampai 2 SMP) dalam sebuah komunitas.
Ceritanya, karena kami melihat mereka sama sekali tidak berbaur, maka kami yang saat itu berperan sebagai tutor mengambil inisiatif untuk membaurkan mereka dengan cara membuat aktivitas kelompok, yang anggotanya kami pilih acak.
Kami pikir itu adalah sebuah ide yang baik. Tapi ternyata salah. Sesi pertemuan kali itu tidak berjalan dengan lancar, karena mereka semua, terutama yang tidak mendapat kelompok beranggotakan teman mainnya, protes keras bahkan mutung duduk di pojokan sambil manyun, nggak mau melakukan aktivitas yang sudah direncanakan dalam kurikulum.
Akhirnya, kami mengaku takluk pada demonstran-demonstran cilik nan badung itu. Kami bebaskan mereka untuk memilih kelompok. Aktivitas pun berjalan sesuai dengan rencana.
"Kenapa ya di mana-mana, yang namanya geng itu selalu ada? Konyol banget." tanya rekan sok tahuist itu.
Saya tersenyum. Saya tahu kenapa.
Dulu, waktu SMU saya anti geng, saya hanya punya satu dua kawan dekat, dan menganggap bahwa semua geng, baik itu pemakai sepatu LA Gear pink atau geng pemakai tas berjam dinding adalah kelompok cewek-cewek berisik nggak penting.
Dan saat itu, saya tidak pernah ngerti mereka, kok bisa segitu berdedikasinya untuk memakai baju, tas, potongan rambut, jeans bahkan merk lipgloss sama, lalu berjalan beramai-ramai seperti anak panti asuhan saja layaknya. Dan ketidaksukaan saya bertambah karena saya pernah memiliki masalah dengan salah satu dari mereka.
Itu ketidaksengajaan. Saya pun lupa apa masalahnya; entah tanpa sengaja mengotori rok salah satu dari mereka, atau hm, tanpa sengaja menabrak mereka sampai jatuh? Duh, sumpah lupa,Lay. Yang jelas, saat itu saya jadi bertengkar dan kami bermusuhan. Lucunya, saya hanya punya masalah dengan salah satu mereka - tapi mereka merasa bahwa itu adalah masalah bersama. Heran.
Saya jadi berpikir, apa mereka tidak punya masalah sendiri untuk diurusi?
Tapi waktu kuliah, saya baru sadar, kenapa hal itu bisa terjadi karena saya masuk ke dalam geng pencela dunia yang autis.:)
Satu-satunya alasan saya mengikatkan diri terhadap teman-teman se-geng adalah kesamaan dalam berbagai hal; mulai dari hobi mencelanya, nggak suka terlalu beredarnya, gemar bolos pada pelajaran gambar konstruk jahanam, mengecengi pria-pria (baca senior-senior) tampan dan seterusnya.
Dari persamaan tersebut, sangat mudah bagi saya untuk mengikatkan diri secara emosional dengan mereka, makan siang saling mencari, pulang bareng, jalan bareng. Satu bete, bete semua. Satu sedih, sedih semua. Satu dapat masalah, yang kesal se-geng. Kalau dapat tugas kelompok, maunya bareng-bareng, begitu dapat rekan kelompok bukan anggota geng, pasti saya bete berat; saya sangat yakin bahwa saya nggak akan nyambung dengan orang tersebut.
Keterikatan emosional dengan teman-teman se-geng, telah membuat saya telah berlaku sama seperti demonstran-demonstran cilik yang tidak mau dipisahkan dari gengnya dalam kelas kami waktu itu.
Bahkan, keterikatan emosional itu juga membuat saya menjadi sekonyol geng LA Gear dan tas jam dinding semasa SMU. Buat apa coba setia kawan untuk marah dan membenci pacar teman yang menyelingkuhi teman saya - padahal jelas-jelas saya tidak kenal dekat dengan oknum cowok brengsek berinisial J itu. (halah!). Kalau sekarang dipikir-pikir, saya sering geli sendiri, saya sama kurang kerjaannya mengurusi masalah orang lain, kayak diri sendiri nggak punya masalah saja.
Benar-benar atas nama kesetiakawanan yang membabi buta.
Ehmmmm..... kesetiakawanan yang membabi buta ini juga kan, yang menyebabkan terjadinya tawuran masa SMU ? Ada seorang cowok dari salah satu SMU digebuki oleh sebuah STM, dan atas nama si setia kawan ini, seluruh anak SMU tersebut mengadakan serangan balik.
Dari permasalahan geng, tiba-tiba topik bergulir ke masalah dunia yang sedang ramai dibicarakan. Rekan saya si sesama sok tahuist ini tiba-tiba bercerita bahwa ada teman sekantornya yang begitu berapi-api dan demonstratif menunjukkan sikap betapa ia membenci sebuah negara yang telah menyerang negara lain (serta negara yang mendukungnya).
Mari kita sebut orang ini sebagai oknum X.
Katanya, oknum X ini ikut dalam gerakan demonstrasi anti negara penyerang dan negara yang membantu negara penyerang, ia dengan ekstrimnya berkata akan membenci seluruh orang berkewarganegaraan negara penyerang dan negara yang mendukungnya. Bahkan kalau perlu, ia juga rela dikirim menjadi relawan perang ke negara yang diserang.
Saya hanya tertawa geli mendengar rekan saya ini bercerita. Bukannya tidak perduli dengan masalah dunia dan menganggap sikap oknum X adalah lawakan ; tapi ini seperti deja vu, saya melihat ada kesamaan pola antara kesetiakawanan buta geng masa muda dengan kesetiakawanan (berdasarkan -isme yang dianut) oknum X terhadap negara yang diserang. Saya memang bukan pemerhati percaturan politik dunia, tapi berdasarkan apa yang saya baca, masalahnya bukan demikian.
Dan ini menimbulkan pertanyaan di benak saya : apakah semua orang diluar sana yang sangat aktif menyerukan slogan-slogan anti-negara tersebut adalah orang-orang yang juga memiliki kesetiakawanan yang buta juga?
Seperti kesetiakawanan geng LA Gear dan ransel jam dinding yang beramai-ramai memusuhi saya tanpa tahu permasalahan sebenarnya? Seperti saya yang membenci oknum cowok brengsek berinisial J yang menyelingkuhi teman saya? Atau seperti tawuran antara SMU dan STM yang berawal dari setia kawan?
Hm.
Sekarang pertanyaannya. Apa bila hal tersebut terjadi pada negara yang tidak memiliki isme yang sama? Apakah oknum X dan orang-orang di luar sana bakal seheboh ini?
Harusnya diadakan training melek setia kawan nih, supaya apa pun yang dilakukan tidak secara emosional dan membabi buta mengutuki negara penyerang, bukan juga karena setia kawan pada kotak-kotak dan perbedaan-perbedaan sosial, ideologi, agama dan seterusnya; tapi atas nama ehm, kesetiakawanan terhadap.. masalah kemanusiaan? Betul begitu, bukan bapak Aktivis? *ciyeh*
:)
Thanks to Melloy dan dW, atas ngobrolnya tentang masalah ini melalui kanal maya. :)
UPDATE 11.08.06 21.30 WIB
Kamarcewek - The Novel
...........is available Now! :) YAY!
Bo, demen banget gue liat covernya; temen gue emang ilustrator yang jenius :D