Hari ini adalah hari mengantuk se-Indonesia Raya. Gara-gara semalam saya nonstop menonton film ini, ini, ini, ini dan ini. (terkutuklah dua rekan dari sisterhood of how-to-use-tampon yang membuat saya hingar bingar dan panik membeli banyaaaak sekali DVD.hihihi)
Sudah sejak pagi, saat mengawas ujian, rasanya beberapa kali kelopak mata ini nggak bisa diajak kompromi untuk siaga menghadapi mahasiswa-mahasiswa bandel yang mencoba menyontek (tapi saya punya trik, setiap 20 menit sekali, tinggal ngomong "ayoo, jangan nyontek." - otomatis akan terdengar keresik kertas dan gerakan panik mereka.)
Saya lega, ketika akhirnya ujian usai dan sudah bersiap-siap pulang, tidur.
"Bu, nanti jam satu ngawas lagi.." tiba-tiba seorang staff administrasi departemen berkata sambil menunjuk jadwal mengawas.
Oh Nooooooooooooooo....
Mau pulang, nanggung.
Nunggu di kantor, bosan. Ngantuk pula.
Akhirnya saya memutuskan untuk jalan-jalan di sebuah pertokoan.
Sale Idul Fitri, up tp 50%
Begitulah kurang lebih tulisan-tulisan yang tertempel di kaca etalase setiap gerai produk fashion, sehingga, walaupun saya tidak ikut berpuasa, saya jadi sadar bahwa sekarang itu bulan puasa dan sebentar lagi Lebaran. Ditambah lagi dekorasi setiap toko yang dibuat sedemikian rupa sehingga bernuansa Islami (mannequine yang mengenakan kerudung, baju gamis, kopiah dan sarung), nuansa Lebaran (ketupat terbuat dari pita berwarna hijau kuning yang tergantung-gantung di kaca) bahkan padang pasir. (Ada unta bo, di etalase :D). Belum lagi beberapa pengumuman lomba nasyid, lomba peragawati/peragawan cilik Islami sampai lomba masakan berbuka puasa yang flyernya disebarkan oleh Mbak-mbak cantik berkerudung.
Ini mengingatkan saya akan suasana pertokoan menjelang natal, di mana setiap toko berusaha (terlalu keras) menghadirkan north pole di etalase, di mana begitu banyak lonceng serta malaikat-malaikat kecil bergelantungan di langit-langit toko, di mana lagu I'll be Home for Christmas yang dulu sempat mengharu-biru hati saya (karena saya pernah tinggal berjauhan dengan keluarga.) diperdengarkan berulang-ulang di toko, sampai akhirnya saya jadi bosan dan tidak menitikkan air mata lagi. Belum lagi acara-acara temu Sinterklas Jawa dan Piet Hitam Sunda. (haha.. saya baru sekali mendengar sinterklas berlogat Jawa dan Piet Hitam berlogat Sunda tahun lalu di sebuah mall).
Tiba-tiba saya jadi tidak mengantuk lagi, jadi sibuk berpikir dan mempertanyakan : "Kenapa juga kalau menjelang hari raya atau hari yang dirayakan sejuta umat, tiba-tiba orang sibuk jualan?"
Bukan hanya pertokoam saja yang sibuk memanfaatkan moment hari raya untuk berjualan, tapi beberapa teman tiba-tiba berubah profesi atau memiliki side job menjadi tukang membuat kue kering, tukang membuat kartu ucapan sampai tukang membuat parcel hari raya.
Okay, nggak salah juga sih, namanya orang cari duit. Segala juga dijual dan segala moment juga dimanfaatkan.
Tapi tadi sempat terbersit di benak saya, "This is too much.", yup, berlebihan sampai-sampai pada akhirnya, hari raya tersebut kehilangan makna. Hari yang seharusnya dirayakan secara religius (!), berubah menjadi hari - untuk para pengusaha - hari jual menjual dan -untuk para konsumen- menjadi hari membuang duit nasional.
Buat para pengusaha, ya menyenangkan lah, mereka bisa meraup keuntungan dari moment hari raya ini, tapi.... untuk para konsumen?
Tidak terhitung berapa banyak saya mendengar keluhan teman-teman saya yang berkata bahwa hari raya membuat mereka harus mengeluarkan uang banyak.
Lha gimana nggak keluar duit banyak kalau ada tradisi- tradisi tiba-tiba memperbaharui seluruh benda : mengganti seluruh furniture dalam rumahnya menjelang hari raya Lebaran, dengan alasan, semua harus baru di hari yang suci itu, belanja baju baru untuk Natal. Belum lagi banyaknya acara-acara komersil yang diselubungi oleh nuansa kehari rayaan Gala Christmas dinner, festival atau bazaar lebaran dan seterusnya. Belum lagi tradisi mudik, bahkan ada paket mudik segala di traveling agent, belum lagi ini, belum lagi itu.
Duh, kasarnya sih, kalau ada pertanyaan "Kenapa Yesus lahir ke dunia ini?" atau "Apa makna hari raya idul fitri" dalam soal ujian agama Sekolah Dasar, maka variasi jawabannya akan: supaya kita bisa makan enak, supaya kita bisa jualan kue kering, supaya kita bisa jualan kartu ucapan, artinya kita membeli barang baru, artinya kita maksain pergi ke luar kota, artinya kita sah untuk buang duit.
Hhhh.. this is too much. This is just too much.
Akhirnya saya kembali ke kampus, dengan bugar - tidak mengantuk lagi. Dengan langkah gagah, saya mengambil soal dan lembar jawaban, menuju ke ruangan. Sepertinya sih, tidak seperti pagi tadi, saya sekarang akan menjadi seorang pengawas yang sangat jeli, tidak ada yang bisa menyontek.
Tapi, baru saja kertas soal dan lembar jawaban selesai dibagikan....
Lho? Lho? Lho?
Kok saya ngantuk lagi ya?
Huaaaheeeeem.