Mbak, abis dikow blk ktr, temenin gue ninjau makam nyokap yaks? Plis.
Sender:
Tia
+6281********
Begitu isi pesan pendek yang saya terima jelang makan siang tadi. Saya jadi geli sendiri, kami ini benar-benar lajang-lajang tanpa kehidupan, bayangkan weekend yang seharusnya dihabiskan dengan bersukaria di pusat-pusat lipuran, ini kok ke kuburan :D. Tapi saya setuju juga, karena sama sekali belum punya rencana. Sekalian melihat makam almarhum adik perempuan, kakek dan pakde saya.
Setelah nyaris satu setengah jam mengomel karena kemacetan yang luar biasa, akhirnya kami sampai juga di makam yang dimaksud.
"Euh, ini makin ga karuan aja sih, kuburan!" omel saya begitu melihat hamparan tidak teratur nisan-nisan di sana. Duuuh, bahkan untuk berjalan saja repot!
"Iye, udah kebanyakan yang mati. Malah gue denger-denger, ada lho kuburan lama yang dibongkar, untuk menguburkan jasad baru.."
"Euh? Serius? Jadi kuburan bertingkat dong? Dih, di dalam liang sekecil itu ada dua jasad. Males banget." tiba-tiba saya merasa miris. Di kota, ternyata bukan cuma orang hidup saja yang harus berdesak-desakan tempat tinggalnya.
Saya mengawasi langkah, agar tidak tersandung nisan, mengikuti sahabat saya menuju ke makam ibundanya yang meninggal dua tahun yang lalu. Ia kemari karena mendengar kabar bahwa makam ibundanya sama sekali tidak diurus oleh orang yang telah dibayar untuk mengurusi makam tersebut.
"Gue kalo mati mo dikremasi aja ah. ." celetuk saya.
"Ih, kok?"
"Iya, daripada menuh-menuhin lahan kuburan. Bakar, jadi abu, trus abunya ditabur di laut. Biar gue bisa terus berdekatan malah bersatu dengan laut."
"Ayayayaya! Matiii.... jadi romantis begitu lo?"
"Eh tapi bentar..., sebelum badan gue dibakar, gue mau organ-organ tubuh gue yang masih layak pakai dikasihin ke orang-orang."
"Alah! Layak pakai! kayak baju! Kenapa dikasihin orang-orang?"
"Iya, supaya biarpun gue udah mati, ada anggota-anggota tubuh gue yang tetap di dunia fana ini, jadi orang-orang disekitar gue bakal tetep ngerasa gue ada. Ciyeeee. Gueeee!" saya terpekik geli sendiri setelah mengatakan kalimat terakhir.
"Alah, lo kok jadi mellow gumellow gini sih?" ia mencibir. Kami telah sampai di makam ibundanya yang memang tampak tidak terurus. Sahabat saya tampak gusar. Dengan cekatan ia mulai membersihkan ilalang yang tumbuh disekitarnya. Saya bisa melihat dengan jelas matanya berkaca-kaca, sejurus kemudian, ia mulai terisak.
"Kenapa sih?"tanya saya heran.
"Gue kasian sama nyokap gue, makamnya nggak terurus." ia mengusap air mata dengan punggung tangan.
"Neng, Udahlah... Nyokap lo udah tenang di atas sana, ngeliatin elo yang tumbuh jadi gadis gila nan pintar dan berguna bagi nusa bangsa kayak sekarang. Yang ada dalam makam ini kan cuma jasadnya."
"Iya sih." ia mendongak, lalu meninju saya,"..bo! Kenapa musti pake gadis gila sih, ngerusak mood mellow aja.." ia terkekeh.
"Hihihi.. maab!" saya menyeringai,"Tapi jasad itu cuma wadah manusia yang nggak kekal, yang bakal hancur di dalam tanah."
"Iya sih.."
"Makanya, biar nggak menambah polusi tanah dengan jasad gue, gue kepikiran kalo mati mau dikremasi aja."
"Lo nih, kenapa sih, ngomongnya kalo gue mati, kalo gue mati, jangan gitu dong! Gue jadi takut!" Ia mendelik sebal.
"Kok takut sih sama kematian? Biasa aja lagi. Bisa aja gue abis ini mati..." saya mencibir.
"DIEEM! gue takut beneran neeeh!"
"Hehe, abis ini gue mati dan bergentayangan menghantui elo...Booo!" saya menggerak-gerakkan tangan a la hantu di film-film cartoon.
"DIEEEM!"
"Nggak deng, gue gak bakal menghantui elo, tapi gue bakal nemuin nyokap lo dan bilang kalo lo itu teman yang baik buat gue. Trus kayak di friendster, gw bakal ngasih testimonial yang baik-baik tentang lo. Nyokap lo pasti seneng."
"Udah dooong..."
"Kalo gue abis ini mati, mengingat tampaknya setiap kuburan penuh, tolong bilangin ya gue mau dikremasi. Kecuali kalo misalnya lo nemu masih ada lahan yang banyak pohonnya, baru gue mau dikubur dengan normal. Soalnya kalo gitu, at least kan badan gue bisa membusuk dan menjadi pupuk buat pohon-pohon itu. Ehm, walopun resikonya adalah, tanaman-tanaman itu gak mungkin jadi tanaman hidroponik, secara tampaknya badan gue sudah terpolusi banyak zat kimia kali.." saya terkekeh.
"Please, stop it. Please.Please. Gue jadi takut lo meninggal beneran." sahabat saya menghiba.
"Why?"
"Gue gak mau lo mati."
"Eh, gue kan bukan highlander? Suatu saat, lo atau gue bakal mati."
"LO TAU NGGAK SIH GIMANA SAKITNYA DITINGGAL SAMA ORANG YANG LO SAYANG????" ia membentak keras.
"Ehm, sorry." saya menelan ludah karena terkejut," Tapi, seseorang yang meninggal itu, nggak pernah bener-bener pergi kok. Dia itu tetap hidup dalam ingatan dan hati lo." lanjut saya dengan lirih.
Tiba-tiba, berkelebatanlah kenangan-kenangan yang pernah terjadi antara saya dan adik perempuan saya, saya dan kakek saya serta saya dan pakde saya. Ya, mereka tidak pernah benar-benar pergi, akan selalu ada, walaupun sedikit, di sudut ingatan dan hati saya.
Sahabat saya kembali berkaca-kaca lagi. Saya merasa bersalah, karena telah berandai-andai tentang kematian diri.
"Sorry... iya deh, ganti topik." saya menunduk... dan merasakan hati saya menghangat. Reaksinya tentang kematian saya, rasa takutnya, rasa kehilangannya, membuat saya sadar... bahwa baginya, saya berharga.
Saya jadi berpikir, siapa saja ya yang akan merasa kehilangan jika saya mati nanti?
Euh.. tunggu! Kok sekarang saya jadi takut ya? :D
Recent Artworks in Gallery
Recent Posts in Blog
0
komentar