Aku sudah membayangkan betapa nikmatnya makan satu porsi baso tahu berisi dua buah siomay dan dua buah baso tahu plus satu butir telur rebus sepulang dari kantor ketika aku tiba di tempat itu, jadi bisa dibayangkan kekecewaanku ketika pemilik rumah makan berkata “wah, Mbak, telurnya habis.” . B r e n g s e k !
Aku memang masih mendapat dua buah siomay dan dua buah baso tahu, tapi tanpa telur? Hhhh… Apa boleh buat, akhirnya aku memesan juga karena lapar. Ketika aku duduk di salah satu meja, ada seorang laki-laki, sedang menambahi kecap pada makanannya yang belum dimakan sama sekali, tapi yang membuatku jengkel adalah : dalam piringnya ada dua buah telur. B r e n g s e k! Segera aku beranjak dari meja tersebut sambil membawa piringku. Aku tidak mau semeja dengan orang yang serakah, mengambil jatah telurku!
(lagipula, buat apa dia memesan dua butir telur, bukannya dia sudah punya sendiri?)
Akhirnya aku pindah ke barisan meja lain, di belakangku ada empat orang perempuan memakai seragam sebuah perusahaan. Sambil makan, tanpa sengaja aku mendengar pembicaraan mereka tentang pekerjaan
“Gue heran deh, si XX, itu lho, staff baru, bodo banget tapi kok bisa ya masuk ke perusahaan ini? Katanya perusahaan ini selektif milih staff” cetus salah seorang dari mereka.
“Ah, masak lo nggak tau, dia kan sodaraan sama si XY, owner perusahaan ini.”
“oh!”ada yang terpekik,terkejut,”jadi karena hubungan sodara? Aduh, jelek banget ya kantor kita? Nggak professional!” imbuhnya.
Ya ampun, mbak, mbak! Bukannya itu bukan hal aneh? Kan memang banyak orang-orang yang kurang pintar, sampai mencari pekerjaan pun harus mengandalkan hubungan kekerabatan? Benar-benar tidak aneh, sudah biasa banget! Yang aneh disini adalah, kenapa laki-laki yang harusnya memesan satu telur itu, kok malah memesan dua?
“Trus, eh tau nggak sih, kemaren kan ada visitasi konsultan gitu, ih masa yah, tampang-tampang BOD kita udah keliatan banget mau ngejilat, trus gue sempet denger, pak XY nanya, ada yang bisa diakalin supaya lolos auditing, gak?”
“Payah banget yah, perusahaan sosial, basednya agama, tapi curang sih tetep aja!”
Hhh, sini saya beri tahu, deh Mbak; Mbak bodoh banget sih percaya sama label sosial dan agama yang melekat di suatu perusahaan? Bukannya kalau sudah masuk dalam bisnis, semuanya dilupakan? Seperti saya dong, saya tidak percaya semua hal; sama tidak percayanya bahwa ada orang seperti laki-laki serakah pemesan dua telur itu.
“sebenarnya gue tuh udah nggak betah, udah kesel kerja disini.”
Kesel ya Mbak? Sama dong! Saya juga kesel dengan laki-laki rakus itu, dia sudah mengurangi kenikmatan saya memakan baso tahu ini!
“Iya, sama. Sebenernya kantor kita tuh parah banget deh, manajemennya. Gue juga udah nggak betah. Jelek banget semuanya! Lagian sebenernya ini juga bukan kerjaan yang gue mau!”
“sama dong! Gue nggak nyaman banget sama lingkungan kerjaannya.”
“iya gue juga”
“he-eh, apalagi gue! Bidangnya nggak nyambung sama kuliah gue dulu!”
Hhh, Nggak-penting! Benar-benar nggak penting! Kalau bukan itu kerjaan yang mereka mau, kenapa dulu mereka melamar kesana? Lalu, kalau memang tidak suka akan pekerjaan, kenapa bertahan? Dan kalau merasa tidak nyaman, kenapa tidak bilang? Membicarakan masalah di belakang,kan tidak membuat keadaan mereka jadi lebih baik? Dasar nggak penting! Begitu aja kok diributkan!
Kehabisan jatah telur karena satu orang laki-laki rakus yang seharusnya mengambil satu, tapi malah mengambil dua, nah itu, baru boleh dipermasalahkan!
Recent Artworks in Gallery
Recent Posts in Blog
10
komentar