"Yang kuat,ya.." kataku kikuk, setelah aku sendiri berhasil mengendalikan tangisku di luar ruangan. Aduh, selalu begitu! Aku memang bukan penghibur yang baik, selalu kikuk, canggung, bingung atau apalah namanya, tak tahu harus melakukan apa, jika ada yang sedang berduka. Apalagi jika aku sendiri merasa kacau, sama-sama berduka.
Laki-laki muda itu, seorang calon dokter, hanya tersenyum.
"Makasih ya Mbak." Katanya, dia terlihat sangat tabah. Aku kagum. Aku tidak mungkin bisa setenang itu, jika aku yang harus menghadapinya. Sebuah kepergian yang sangat mendadak, tanpa pertanda-pertanda.
.. tenggorokanku tercekat. Tiba-tiba aku bagai disadarkan; kepergian adalah hal yang dapat terjadi begitu saja, diluar kuasaku. Bagaimana kalau besok giliran ayahku? Ibuku? Adikku? Bahkan aku? Dan bagaimana jika aku mendadak pergi, meninggalkan orang-orang yang kucintai, tanpa sempat menunjukan betapa aku mencintai mereka? Dan lebih parah lagi, bagaimana jika aku dipanggil, saat aku berbuat salah dan belum sempat meminta maaf, hari-hariku belakangan ini dipenuhi tangis, sampai lelah sendiri. Menangis karena merasa kehilangan, menangis karena sadar, it could happen to anyone.
Laki-laki yang telah pergi itu adalah Pakdeku. Kakak kandung dari ayahku, wajahnya mirip dengan ayahku, suaranya, bahkan cara berbicaranya yang cepat juga! (kupikir cara berbicara yang cepat cenderung belepotan adalah kelainan genetik yang diderita keluarga ini!) bedanya, badannya jauh lebih besar dari badan ayahku.
Bahkan dulu, saat ayahku jauh di luar kota, aku sempat sering melihat dia, sebagai sosok pengganti ayahku, aku selalu senang jika ia tiba-tiba menggandengku, atau berbicara padaku, walaupun hanya menanyakan, bagaimana kabarku, bagaimana kuliahku, mana pacarku, dan mengantarku pulang.
Tapi tak jarang, aku hanya bisa mengamatinya dari sebuah jarak; karena tidak mungkin aku ikut memonopoli dia, putri keduanya, sepupu perempuanku bisa cemburu luar biasa, mereka berdua sungguh dekat. Sedekat aku dan ayahku (tapi aku tidak tahu, apakah mereka berdua sering bertengkar untuk hal-hal kecil seperti aku dan ayahku?)
Dan laki-laki muda, seorang calon dokter itu adalah putra pertamanya, sepupuku. Aku hanya bisa duduk di dekatnya. Matanya bengkak, hidungnya merah, tapi dia tidak menangis seperti ibu dan adiknya,(.. atau mungkin setiap dia menangis, dia menghindar, masuk ke dalam kamar, sehingga aku tidak melihatnya…). Sekarang tinggal dia laki-laki dalam keluarga ini; seorang tumpuan keluarga.
"tau nggak, gue ulang tahun hari ini!" cetusnya tiba-tiba. Aku tersentak, dan ingin menangis lagi, tapi kutahan. Sungguh, aku lupa. Hm, lupa atau tidak tahu ya? Entah mengapa tanggal hari itu tidak masuk dalam memori otakku sebagai hari spesial seseorang. Ah, aku memang pengingat yang payah.
"Hey, selamat ulang tahun ya?" aku hanya bisa demikian, sembari menepuk bahunya.
Kami sempat bercerita sedikit, ini dan itu, lalu terdiam beberapa jenak.
"Yah, bokap gue gak sempat liat gue jadi dokter." Keluhnya sambil menghempaskan nafas.
"Salah, dia pasti liat lo pas lo jadi dokter, liat Dari Atas." Kataku, spontan. Mudah-mudahan ini salah satu kata menghibur yang lebih berguna daripada sekedar "yang kuat ya?" atau "yang tabah ya?".
"I know," jawabnya lirih, lalu matanya berkaca-kaca. Ups. Maaf, apakah aku membuat dia semakin sedih? Hhh.. aku memang benar-benar bukan penghibur yang baik. Kali ini aku beranjak keluar, dan menangis lagi.
....
Sebelum peti ditutup, aku sempat memberi penghormatan terakhir. Air mataku masih berlinang. Dadaku sakit, mataku bengkak.
Sempat juga kuamati wajah pakde yang terbujur kaku dalam peti.Dia tidak terlihat aneh, sama seperti dia dalam ingatanku, yang pernah menggandengku, menanyakan apa kabar, menanyakan kuliahku, menggoda siapa pacarku, dan mengantarku pulang. Ia seperti sedang tidur. Dan saat peti itu ditutup, ingatan itu ternyata tidak hilang, tetap ada dalam pikiranku!
Satu hal tiba-tiba melintas dalam benakku, aku salah, dia tidak akan pernah pergi! Dia masih hidup, dalam kenangan orang-orang yang dicintai dan mencintainya. And sure, he'll see us, from Heaven. Karena itu, aku -dan keluarga besarku- harus berusaha keras, untuk tidak menangis lagi.
Have a nice trip, nice guy!
And send our best regards to Him.
Till we meet again.
Recent Artworks in Gallery
Recent Posts in Blog
0
komentar