Sepertinya saya harus membuat sebuah pengakuan : saya kecanduan ciuman. Dan saya tidak mau sembuh! Jangan salahkan saya yang tumbuh di lingkungan yang gemar mencium!
Setiap ulang tahun saya mendapat hujan ciuman, saya suka tertawa sendiri melihat foto ulang tahun yang selalu memperlihatkan pose centil saya saat membuka kado dengan muka yang penuh dengan jejak lipstik merah, dari bunda dan dari tante-tante sahabat bunda (iya, saat saya kanak-kanak, warna merah adalah trend warna lipstick perempuan besar terkini! Pfuh! Untung saya tidak besar di zaman itu!).
Setiap saya berhasil melakukan suatu hal, pasti saya akan mendapat ciuman ("Wah, mbak udah bisa selesai baca cerita roby dan susi sampai selesai!" seru bunda saat saya berusia empat tahun, padahal itu bukanlah hal yang hebat, karena butuh satu hari penuh untuk membacanya, maklum, masih mengeja!).
Bahkan saya akan susah tidur setengah mati, sebelum dicium selamat tidur setiap malam (tapi kebiasaan ini berhenti sampai saya berumur 10 tahun. Malu!). Ohya, saya juga mencium adik saya yang masih bayi, bukan Cuma membuatnya menangis saja, seperti yang dituduhkan banyak orang (maaf, waktu itu saya terkena sindroma menjadi anak tunggal 8 tahun, jadi ketika adik saya lahir, saya merasa tersaingi dan benci setengah mati!).
Yang masih saya lakukan sampai sekarang adalah mencium tangan ayah bunda sebelum pergi (eh, tidak selalu, kadang-kadang saya lupa, kadang-kadang mereka sudah pergi saat saya baru bangun, hihi, saya sangat bukan mahluk pagi!)
Ciuman bibir pertama saya dengan seorang laki-laki adalah saat saya berumur tujuh tahun! Iya, tujuh tahun! Jangan salahkan saya yang waktu itu menonton sitcom di stasiun TV luar, dimana adegan berciuman antara laki-laki dan perempuan tidak terkena sensor gambar pemandangan.
Saat itu, saya penasaran, cium pipi, cium kening, cium tangan sudah pernah saya rasakan, tapi ciuman di bibir? Hmmm….. Akhirnya, untuk memenuhi rasa ingin tahu, saya mencoba berciuman dengan teman saya yang saat itu juga sedang menonton bersama. Tidak lama, kurang lebih satu detik. Saya tidak merasakan apa-apa. Lucunya, teman saya itu tidak berkedip selama beberapa jenak. Dan lebih lucunya lagi, sejak saat itu, dia selalu mengikuti saya kemanapun saya pergi, saya bermain boneka dia ikut, saya bermain masak-masakan dia ikut, saya bersepeda atau bersepatu roda bersama teman-teman perempuan saya, dia ikut. Ayah ibu teman saya itu sampai ngeri, mereka pikir anaknya memiliki kelainan, karena suka bermain permainan perempuan (Beberapa hari yang lalu dia menelepon ,akhirnya dia mengaku bahwa saat itu, dia merasa jatuh cinta! Ha! Entah mengapa dia menyebut saya ibu tutor dalam telepon itu. Ibu tutor? Tutor apa? Hehe)
Ohya,ngomong-ngomong soal ciuman, saya sering heran, mengapa ada saja yang memprotes adegan ciuman di film-film lokal, katanya tidak sesuai budaya timur. Hmm.. apa iya? Maksud saya, apa orang-orang yang memprotes itu tidak suka mencium orang-orang yang mereka sayangi? Lalu mengapa juga adegan ciuman di film barat yang diputar di stasiun TV lokal harus disensor dan diganti dengan gambar pemandangan kota di malam hari? Apa mereka pikir pemandangan itu bisa menggantikan indahnya ciuman?
Ciuman itu indah, dan saya tidak malu mengakui bahwa saya sangat menyukai ciuman. Kalau Kalian?…Hmm, entah mengapa, buat saya, ciuman-ciuman itu mengalirkan rasa tenang, membuat saya merasa diperhatikan, dan dicintai. Kalau RSKC, atau Rumah Sakit Ketergantungan Ciuman itu ada, saya tidak akan pernah mau masuk dan direhabilitasi di sana!
sudah seminggu ini saya merasa tidak tenang.
kiss me?
Recent Artworks in Gallery
Recent Posts in Blog
1 komentar