Dulu putriku satu-satunya, selalu bercerita jika sedang jatuh cinta dengan seseorang, aku sih hanya bisa tersenyum-senyum mendengar suaranya yang bersemangat, matanya yang berbinar-binar, senyum tersipunya yang berkali-kali muncul dan pipinya yang terkadang merona merah.
"kamu suka sama si itu?" aku pernah bertanya padanya, ketika suatu saat dia tak henti-hentinya bercerita tentang teman laki-lakinya.
"Nggak! Apa sih, mama?" ia memungkirinya, tapi aku masih bisa melihat binar-binar matanya, senyum tersipunya dan pipinya yang merona merah. Itu petunjuk bahwa dia sedang jatuh cinta, jadi sebenarnya, tanpa dia bercerita atau mengakuinya pun aku sudah tahu. Namun lucunya, tiap minggu ia bercerita tentang orang yang berbeda.
"ganti-ganti mulu, sukanya!" maksudku menggodanya, tapi tiba-tiba dia tersentak, dan sejak itu ia berhenti bercerita segalanya padaku.
Tapi aku tetap tahu, jika dia sedang jatuh cinta dengan seorang laki-laki, lihat saja, jika ada binar-binar itu, jika ada senyum tersipunya, jika ada rona merah dipipinya, dalam waktu dua minggu, dia akan datang bersama seorang pria
"Ma, ini pacarku." Begitu biasanya putriku memperkenalkan pria yang diajaknya ke rumah.
Aku langsung melihat pria pertama yang dibawanya sebagai pria yang sangat baik, dan cenderung menurut pada putriku. Duh, semoga tabah ya Nak -seruku dalam hati pada pria itu. Beberapa bulan kemudian, aku tidak pernah melihat pria itu datang ke rumah lagi.
"Si itu kemana?" tanyaku.
"putus." Jawabnya ringan.
"kenapa?"
"Mau tauuu aja..." katanya sambil memamerkan cengirannya dan berlalu, tanpa cerita.
Dan dalam waktu satu minggu, aku sudah melihat binar-binar, senyum tersipu dan rona merah di pipinya lagi. Benar saja, minggu berikut, dibawanya seorang laki-laki. Aku langsung tidak suka, aku merasa laki-laki ini bukan laki-laki yang baik. Aku ingin bilang pada putriku, tapi percuma. Aku sangat mengenal putriku, ia selalu berkeras hati melakukan apa yang ingin dilakukan, walau hujan badai menyerang. Beberapa bulan kemudian, aku tidak pernah melihat pria itu datang ke rumah.
"Si itu kemana?" tanyaku.
"Tau, mudah-mudahan mati, kegiles truk!" Jawabnya ketus, matanya penuh dengan kebencian. Aku tahu, jika putriku -yang tak pernah marah dengan hebat- sangat marah, laki-laki itu pasti telah melakukan kesalahan besar padanya. Dari awal aku sudah bisa menduga, laki-laki itu memang tidak beres. Putriku membanting pintu kamarnya, tanpa cerita.
Dua minggu kemudian, aku sudah melihat binar-binar, senyum tersipu dan rona merah di pipinya lagi, dan seperti biasanya, ada laki-laki lain yang datang ke rumah kami. Begitu terus menerus.
"Duh, Jangan gitu dong. Yang namanya pacaran kan penyesuaian, jangan begitu gak cocok atau ada ribut dikit langsung bubar. Bolak-balik putus kan gak enak keliatannya." Tegurku.
"Yah, tapi gak bolak-balik putus juga gak enak rasanya. Cobain aja, Ma, maksa pacaran sama orang yang gak sesuai. Lagian namanya juga lagi proses audisi, kandidatnya harus banyak dong, biar banyak pilihan! Koleksi baru seleksi! Biar mantep! Daripada kalo udah nikah trus cerai?" serunya dengan ringan. Pfuh!
"Tapi nak.."
"sutralah, Ma. Tenang aja, mama gak bakal liat banyak cowok lagi dateng kerumah. Pokoknya ntar bakal dateng satu, kalo aku siap nikah, yah, nanti deh, kalo aku udah umur limapuluhan!" dia memotong, lagi-lagi asal. Aduh, putriku ini memang benar-benar keterlaluan.
Tapi benar, itu terakhir aku melihat ada laki-laki yang dibawanya ke rumah, dan sejak itu, walaupun berkali-kali aku melihat binar-binar di matanya, senyum tersipu dan rona merah dipipinya, tak ada satupun yang datang.
Aku hanya ingin putriku mendapatkan yang terbaik. Ku harap, orang-orang diluar sana, yang belakangan ini membuat putriku berbinar-binar, tidak pernah sekalipun menyakitinya. Karena, tentu saja, mereka akan berhadapan denganku!
Recent Artworks in Gallery
Recent Posts in Blog
0
komentar