Tahun lalu, saya pernah mendengar berita bahwa Imelda Fransisca (22) adalah penderita anorexia nervousa, di salah sebuah acara televisi. Waktu itu sebenarnya saya sudah tertarik untuk membahas ; tapi karena ini dan itu, terlupa. Baru ingat lagi ketika saya sedang menyortir majalah lama yang menumpuk di gudang untuk dijual ke tukang loak beberapa waktu yang lalu, tanpa sengaja saya membaca artikel tentang dirinya. (hm, BTW, dibandingkan dengan menyortir, kalau dipikir-pikir, saya lebih banyak ngacak-ngacak dan membaca ulangnya, ternyata, hehehe)
Saya jadi ingat, Ratri* seorang teman saya yang juga pernah menderita eating disorder seperti Fransisca Imelda. Banyak merokok, diet sok tahu tanpa rekomendasi ahli gizi atau dokter, olahraga berlebihan. Pada akhirnya bisa ditebak, ia masuk rumah sakit karena kurang gizi. Satu-satunya alasan teman saya adalah : ingin kurus dan tidak mau gemuk lagi.
Waktu itu sih, saya nggak habis pikir, apa salahnya dengan menjadi gemuk; tapi ia membalikkan pertanyaan "Elu gak pernah gemuk, jadi gimana lo tau apa rasanya dan apa salahnya..."
Hmm.. benar juga.
Kemudian ia menceritakan bagaimana menyebalkannya menjadi gemuk sejak kecil - semua saudara dan teman-teman orangtuanya kerap memanggil dengan panggilan kesayangan "Si Ndut..". Ketika masih kecil, mungkin belum menjadi masalah - tapi ketika ia beranjak dewasa, dan mereka masih memanggilnya si Ndut, hal itu mulai mengganggunya. Belum lagi, ketika panggilan kesayangan ini berubah menjadi panggilan ejekan oleh teman-teman sekolahnya.
"Ganggu banget tau nggak sih lu..." tandasnya.
Lalu ia melanjutkan, betapa ia sering tidak PD karena ukuran badannya lebih subur dibandingkan dengan ukuran badan cewek-cewek seusianya. Cowok-cowok semasa SMP dan SMU kerap tidak meliriknya - karena ia gendut. Cewek-cewek juga nggak kalah sadisnya, mengabaikan Ratri karena itu. Pokoknya - Ratri dianggap tidak menarik, karena ukuran tubuhnya.
"Lo tau, dong - semua orang tuh masih ngeliat kulit, dibandingin isi...dan yang dianggap menarik adalah (cewek-cewek) yang punya ukuran tubuh ideal." ia mencibir.
Tanpa bermaksud menyalahkan siapa-siapa; tapi saya selalu berpikir bahwa citra ideal dari segala hal dikendalikan oleh media massa (lah, artinya ini nyalahin media massa dong ya? :D), termasuk citra tubuh ideal (cewek). Lihat saja figur-figur cewek yang sering tampil di halaman mode majalah, sinetron-sinetron, film-film dan seterusnya. Lihat saja iklan-iklan pelangsing tubuh yang sering menggunakan tagline yang mengandung kata "langsing" dan "tubuh ideal".
Semua menciptakan mitos "tubuh ideal perempuan" - bahwa yang sempurna itu harus seperti yang tampil di media massa. Dan mitos itu kemudian diamini secara bulat-bulat oleh masyarakat. Padahal kalau dilihat-lihat lagi, penampilan semua cewek yang di media massa tampak seragam. Stereotype.
Lalu apa kabar dengan perempuan-perempuan yang tidak seperti di media massa? Antara ke laut aje atau terintimidasi untuk kemudian mencoba terlalu keras agar bisa tampil langsingset, seperti yang dilakukan oleh Ratri.
Kalau pun ada tipe-tipe cewek 'besar' tampil di media massa, seringnya hanya sebagai pelengkap penderita atau objek tertawaan. Coba lihat deh, acara Miss Impian, yang katanya ingin menggali potensi orang-orang bertubuh subur untuk menjadi entertainer; pada akhirnya di acara tersebut yang terlalu sering ditampilkan, bukan bakat masing-masing finalis, tapi malah jadi ajang tunjuk keberanimaluan mereka berakting konyol. Sayang deh, padahal saya tahu, Sakti ; salah seorang finalis adalah musisi handal nan berbakat; tapi ia mendapat porsi kecil dalam menampilkan bakatnya itu .
Lucunya, bukan hanya cewek-cewek bertubuh besar yang merasa terintimidasi dengan citra tubuh ideal (perempuan) yang beredar dalam masyarakat; tapi cewek-cewek yang sebenarnya tidak terlalu bermasalah pun kena, hanya karena ukuran payudara yang tidak besar, atau paha terlalu besar, atau memiliki sedikit gumpalan lemak di sana dan di sini, atau perut yang tidak rata (ini saya banget!haha!), maka muncullah kegelisahan.
Seorang teman yang lain *untuk tidak menyebutkan diri sendiri.. mokal gila!*, juga pernah terintimidasi oleh citra tubuh perempuan ideal. Gara-gara sang pasangan terus menerus mencela bentuk tubuhnya yang tidak begitu ideal, ia mulai merasa tidak nyaman dengan dirinya sendiri. Parahnya, dalam jangka waktu tiga bulan, celaan itu berubah menjadi tuntutan dan ancaman dalam format kalimat yang jleb menusuk hati "Gila ya, tu cewek badannya keren banget, tipe idaman gue banget...kamu kayak gitu dong, aku kasih waktu 6 bulan nih..." - okay, kalau lewat 6 bulan, lalu apa? Putus?
Nggak ada seorang pun, secara bercanda atau serius, yang boleh membuat seseorang bisa merasa tidak nyaman akan dirinya sendiri, apalagi kalau itu cuma urusan fisik belaka. Tidak media massa.Tidak masyarakat.Tidak orang tua.Tidak teman. Apalagi pasangan, yang seharusnya mampu membuat seseorang merasa didukung dan dibuat merasa nyaman.
Yah, gitu deh. Terima kasih, ya Pak.. karena sudah membuat saya kembali merasa nyaman dengan diri saya sendiri. ;-)
*Oh ya, sekalian untuk Bryan, berhubung di-sms pending mulu : Gelukkig Verjaardag! Happy Older! Semoga semua yang baik dan yang indah terjadi dalam kehidupan lo.
*Nama disamarkan atas permintaan narasumber untuk menghindari timbulnya huru-hara. (halah!)
Recent Artworks in Gallery
Recent Posts in Blog
0
komentar