Olivia sudah setengah tertidur di dalam sleeping bag, ketika ponsel merahnya berbunyi dengan nyaring. Ia terkejut dan segera menekan tombol berikon telepon berwarna hijau, tanpa melihat siapa yang menelepon.
"Liv..." sebuah suara laki-laki yang sudah sangat diakrabinya terdengar dari seberang sana. Baruna.
Olivia mengerjap-ngerjapkan mata, meregangkan tubuh, sebelum pada akhirnya ia menyahut.
"Hey.."
Yulia, teman seperjalanannya kali ini mengerang. Olivia menggigit bibir, ia takut membangunkan sahabatnya yang sudah tertidur dengan pulas.
"Udah tidur?"
"Hampir, Bar... Bentar, aku keluar tenda dulu..." buru-buru Olivia keluar dari dalam sleeping bag, mengetatkan balutan syal di leher dan keluar dari tenda putih yang sudah selama nyaris dua minggu menjadi tempat tinggalnya di Dukuh Kadilobo, desa Canden. Di luar tenda, ia membantingkan bokongnya di atas sofa rusak milik warga.
Ia memicingkan mata, sejauh pandang yang mampu ia tebarkan, hanya terlihat puing-puing rumah, serta tenda-tenda hasil kemurah-hatian organisasi-organisasi internasional. Beberapa relawan pria sedang asyik bermain kartu di tenda seberang, Cangkulan-bikin-kembung adalah permainan yang sedang populer selama 3 hari belakangan ini. Sebenarnya itu hanyalah permainan cangkulan biasa, yang membuatnya berbeda adalah, siapa yang kalah harus menenggak segelas besar air putih.
"Apa kabar kamu di sana, Liv?"
"Baik, Bar... baik banget, aku seneng..." tanpa bisa ditahan, meluncurlah sejuta cerita dari bibir Olivia. Tentang anak-anak, tentang kehidupan sederhana yang dijalaninya, tentang orang-orang luar biasa yang ditemuinya, tentang isu-isu SARA, tentang pembagian sembako bagi warga. Diceritakannyalah semua hal yang telah membuat hatinya melonjak-lonjak selama dua minggu ini. Laki-laki di seberang sana tidak bersuara, seperti biasa ia selalu mendengar, sampai Olivia selesai bercerita.
"Bar? Kamu nggak ketiduran kan denger ceritaku?" Olivia bertanya karena belum terdengar sebuah tanggapan pun ketika ceritanya usai.
"Nggak lah..." Baruna terkekeh.
"Tau nggak, aku nggak bisa ngebohongin diri sendiri... ternyata aku sangat bahagia berada di jalan."
"Aku tau, kedengeran kok..."
"Aku selalu pengen hidup seperti ini, Bar... Hmm, apa memang udah waktunya aku cabut dari kerjaanku?"
"..."
"Aku terpikir untuk resign mulai tahun depan...trus pergi jauh... ketemu banyak orang. Kesempatan kali ini tiba-tiba membuatku sangat yakin untuk ngelakuin itu..."
"..."
"Bar?"
"Ya?"
"Kok diem aja sih?"
"Nggak apa-apa..."
"Oh.."
"Aku jadi pengen nanya satu hal, Liv..."
"Apa?"
"Kamu bahagia di sana?"
"Banget..."
"Kamu pengen terus hidup seperti itu?"
"Sepertinya...Aku merasa sangat lengkap dengan hidup seperti ini.."
"Ini cuma nanya aja lho... kamu masih butuh aku nggak?"
Tiba-tiba Olivia merasa tertohok.
"K-kok kamu nanya gitu sih?" gadis itu terbata-bata.
"Nggak apa-apa... cuma nanya aja..."
"Ngng, ya jelas lah, aku butuh kamu..."
Mereka berdua terdiam, lama. Masing-masing disibukkan dengan pikirannya. Entah apa yang ada di dalam benak Baruna, tapi yang jelas - Olivia merasa sangat bersalah. Ia benar-benar lupa, bahwa ia sudah tidak sendiri lagi.
"Bar..."
"Ya?"
"Maafin aku ya?"
"Untuk?"
"Semua hal yang aku lakuin yang tidak melibatkan kamu.... aku lupa kalau aku nggak sendiri lagi..."
Recent Artworks in Gallery
Recent Posts in Blog
0
komentar