+ Saya sebel kamu harus pulang.
- Ya, abis gimana lagi, Sayang? Cutiku kan udah habis, aku harus kerja lagi.
+ Sebel.
- Ayo dong, jangan ngambek gitu...kan aku ke sini lagi, 3 bulan lagi.
Dan sang perempuan pun memberengut, matanya berkaca-kaca.
Saya tidak mengenal perempuan itu - tapi dalam pikiran saya tiba-tiba terlintas, mereka sedang menjalani PJJ (Pacaran Jarak Jauh). Sang pria, mungkin tinggal di kota lain, pulau lain atau malah negara lain- sehingga mereka berdua jarang bertemu.
Sementara di sudut lainnya, tampak seorang pria pertengahan 30-an menggandeng seorang anak perempuan lucu dan menggemaskan berambut ikal. Mata keduanya berbinar-binar penuh harap.
+ Bunda pulang bawa oleh-oleh nggak ya? itu kalimat yang keluar dari bibir mungil sang anak perempuan.
- Hush, kamu nih, bukannya nanyain Bunda malah nanyain oleh-oleh! Nggak kangen bunda apa?
+ Kangen sih.. tapi..
- tapi?
+ Nggak jadi deh....
Saya juga tidak mengenal laki-laki itu dan putrinya, tapi saya membayangkan sang ibunda tercinta, baru saja pergi ke luar kota atas nama pekerjaan dalam jangka waktu yang cukup lama.
Beberapa pedagang minuman dan makanan kecil tampak terkantuk-kantuk menunggu pembeli, yang kebanyakan telah membeli apa yang diperlukan di luar stasiun (karena bukan rahasia lagi, bahwa barang-barang yang dijual di stasiun berharga sampai dua kali lipat dari yang sebenarnya). Lagi, saya tidak mengenal semua pedagang di sini, tapi saya membayangkan, siapa tahu di tengah kantuk itu, sebenarnya mereka sedang kuatir akan masa depan; kalau terus seret pembeli, tentunya mereka tidak akan dapat bertahan lama di sana. Ehm, ini juga mungkin : siapa tahu mereka sedang berpikir untuk mengganti profesi.
Ada tukang sapu, penjaga peron, satpam, penjual tiket, petugas informasi, kroco-kroco berseragam abu-abu dan seterusnya. Ekspresi wajah orang-orang ini bermacam-macam, ada yang tampak tidak bahagia (mungkin sebenarnya mereka tidak suka bekerja di sana, tapi tidak ada pilihan lain), ada yang tampak tersenyum sumringah (mungkin ini karena mereka sangat mencintai pekerjaan mereka) . Oh ya, saya tetap tidak mengenal mereka.
Ada kuli angkut barang yang dengan keterampilan yang luar biasa mengejar lalu naik ke atas kereta api. Bukannya tidak mungkin, dalam benak mereka bertanya-tanya "Nanti saya keduluan dengan rekan saya nggak ya?" atau "Nanti penumpang yang sudah saya angkat kopornya pelit nggak ya?". Masih, saya tidak mengenal mereka.
Beberapa orang, sendiri-sendiri, berdua-dua, bertiga-tiga sampai bersekian-sekian , kebanyakan memegang tiket kereta api dalam kota. Ada yang berseragam SMU ("Ah mereka pasti baru pulang sekolah dan rumahnya terletak di daerah Bandung coret"), ada yang membawa gembolan plastik ("Ah, pasti mereka baru berbelanja keperluan yang tidak dijual di daerah bandung coret") dan seterusnya. Mereka lalu lalang, dan hilang dari pandangan
Saya duduk di salah satu kursi stasiun kereta api Bandung, bukan untuk mengantar kekasih pergi ke suatu tempat, bukan juga untuk menjemput orang terkasih yang baru saja pulang dari bepergian, bukan juga sebagai tukang jual makanan atau pegawai PT KA. Saya di sini, untuk suatu urusan.
Saya, di sini, sendirian.
Sebotol coca cola dingin, kamera digital, satu amplop dokumen ajuan serta ponsel yang terus menerus berbunyi --beep..beep-- dan bergetar, menjadi teman saya.
Biasanya menunggu selalu sukses membuat saya kesal, apa lagi jika terlalu lama. Tapi siang yang gerah ini tidak, saya malah keasyikan sendiri memperhatikan ekspresi dan tingkah laku orang-orang yang ada di stasiun.
Padahal sekarang bukannya kali pertama saya ke stasiun, tapi entah kenapa, rasanya berbeda.
Ehm, apa mungkin karena setiap perkunjungan ke stasiun sebelum-sebelumnya saya terlalu sibuk sendiri? Sibuk menata hati yang tiba-tiba melonjak karena terlalu excited akan perjalanan yang di depan mata. Atau terlalu sibuk sedih karena ditinggal orang-orang terkasih? Atau sibuk bergembira karena menyambut orang-orang tercinta?
"Mbak?" seorang laki-laki berseragam abu-abu memanggil saya. Saya harus masuk ke dalam ruangan untuk mengurusi satu dan lain hal. Enggan rasanya melepas pandangan dari sekian banyak orang di sana.
Stasiun Kereta Api Bandung.
Menghitung mundur hari, menuju tanggal 26 Juni 2006 jam 08.00 WIB. Dan pada saat itu saya akan kembali lagi ke sini.
Current mood : happy
current song : From This Moment On (Shania Twain)
Recent Artworks in Gallery
Recent Posts in Blog
0
komentar