Dokter bilang saya sakit. Radang ginjal katanya, karena kurang minum. Yah beginilah, nasib para lajang jelang 30, perempuan-perempuan yang mulai merenta tapi tidak memperhatikan kesehatan. (Bukan begitu,Mut? Nit? Hahaha)
Oh ya, tanpa berusaha mempertanyakan kredibilitas para dokter, tapi saya heran – kenapa setiap diagnosa yang diterima pasian selalu mengandung kata ‘radang’ atau ‘infeksi’ ? Radang tenggorokan, infeksi tenggorokan, radang pencernaan, infeksi pencernaan, radang telinga, infeksi telinga.
Sampai di mana tadi?
Oh ya, saya sakit.
Walaupun rasanya menyebalkan, tapi ada enaknya juga,lho….pertama saya tidak harus terburu-buru untuk bangun, bersiap menuju kantor, kedua, saya bisa menye-menye menuntut perhatian lebih sambil ngambek-ngambek dengan excuse sakit (hi,pria penggerutu! hehe)
Anyway, gara-gara harus tinggal di rumah dan kehabisan aktivitas yang bisa dilakukan, akhirnya saya menjadi penonton TV, pekerjaan yang PALING membosankan sedunia.
Dan tahu satu kesimpulan yang saya dapat?
Televisi Indonesia itu, tidak pagi, siang, sore bahkan malam - kalau tidak menyiarkan infotainment yang isinya tidak jauh dari mengungkapkan kejelekan pasangan saat perceraian dan perebutan hak pengasuhan anak, menyiarkan film pendek bernuansa religius yang mengancam umat : ‘kalau tidak taat beragama maka matinya akan berdarah-darah, bernanah-nanah, membusuk karena borok dan dihinggapi belatung serta lintah’, acara-acara kriminalitas yang mempertontonkan mayat tersayat dan bangsat yang babak belur sekarat, ya pasti menyiarkan sinetron-sinetron yang jor-joran pamer kekayaan, kemolekan dan kemenoran para tokoh di dalamnya.
Seperti ibu-ibu rumah tangga kelurahan sebelah , apa boleh buat, saya jadi mengikuti beberapa program Infotainment. Ada tiga kasus yang sering dibicarakan, (1) berita tentang aktor tampan jaman dulu yang ternyata pengguna narkoba berinisial R.o.y.M.a.r.t.e.n (2) Kehamilan 7 bulan seorang penyanyi berinisial M.ay.a.n.g.s.a.r.i. (3) Seorang pesohor berinisial D.e.a.M.i.r.e.l.l.a sedang mengadakan press conference; menceritakan perselingkuhan suaminya pada publik
Bosan,sih… Tapi gara-gara kasus artis berinisial D.e.a.M.i.r.e.l.l.a sempat juga terpikir satu hal : Kemana cinta itu? Bukannya dulu mereka saling mencinta dan memuja? Tapi kenapa kini, mereka saling membenci, menyakiti dan mempermalukan diri?
Hmm..
Ini mengingatkan saya, terhadap apa yang sudah saya lakukan. Iya, saya pernah sebal dan memusuhi (mantan) pasangan yang terakhir ketika ia membuat saya kecewa.
Saya lupa bahwa dulu saya pernah sangat cinta padanya.Saya lupa bahwa dulu saya pernah merasa telah menemukan twin soul.Saya bahkan lupa bahwa, bersamanya, hari-hari saya pernah begitu menyenangkan, penuh tawa, kegilaan masa muda, tanpa pertengkaran sama sekali.
Lalu, mantan-mantan pasangan sebelumnya, pernah membenci saya, menyebarkan berita bahwa saya 100% cewek-nggak-bener, sampai-sampai keluarga mereka dengan kerelaan sepenuh hati ikut mengutuki saya. (hanya waktu yang membuktikan bahwa saya bukan sepenuhnya cewek-nggak bener.. tapi cuma sedikit, ulangi.. sedikiiiiiit agak ngaco *loh?*)
Mereka lupa bahwa dulu mereka pernah berkata bahwa mereka tidak bisa hidup tanpa saya.Mereka lupa bahwa dulu mereka pernah berkata bahwa saya-lah soulmate mereka. Mereka lupa bahwa dulu, kami sangat berbahagia.
Akhirnya saya tiba sampai satu pemikiran; bahwa sebenarnya saya (dan kita semua) sangat terbiasa dengan konsep kepemilikan terhadap segala sesuatu. Benda, binatang peliharaan, keluarga, bahkan pasangan.
Konsep kepemilikan ini menimbulkan hasrat untuk mengatur. Kita berpikir bisa ‘mengendalikan’ hal-hal yang kita miliki tanpa penolakan.
Saya ingat dulu sering mengacaukan permainan boneka-boneka molek keluaran Mattel dengan memakaikan baju balet Barbie pada Ken. Karena boneka pria tampan itu adalah benda mati, tentunya ia tidak menolak. Saya juga pernah mengajari Goldie, anjing saya dulu untuk bersalaman – untuk kepentingan ini, saya iming-imingi ia dengan biscuit pedigree, tapi jika ia tetap menolak dan asyik sendiri, maka saya akan menyentil hidungnya perlahan.
Sayang, pasangan bukanlah Ken yang bisa seenak udel dipakaikan baju balet ber-tutu yang genit atau bikini merah nan sexy. Pasangan bukan pula Goldie yang dengan mudahnya dirayu dengan pedigree atau ancaman sentilan di hidung.
Ketika pasangan mulai berperilaku tidak sesuai dengan keinginan, kita akan merasa tidak nyaman. Tiba-tiba cinta hilang – kalaupun tidak hilang, sedikit memudar.
Kenapa E.e.l.R.i.t.o.n.g.a, sang suami, mencari perempuan lain? Mungkin karena sang istri sudah tidak sesuai dengan keinginan pribadinya, entah karena menjadi semakin menambun, semakin reseh, semakin cerewet, semakin menuntut atau mengalami kelabilan emosi.
Kenapa, sebaliknya sang pesohor wanita mengadakan press-conference membuka permasalahan rumah tangga dan menempatkan dirinya seolah-olah menjadi korban? Karena sang suami tidak bisa mempertahankan kesetiaan seperti yang diharapkan.
Yup, konsep kepemilikan membuat cinta menjadi sesuatu yang bersyarat. Adalah gombal blas jika ada yang berkata pada pasangan bahwa ia mencintai pasangan dengan unconditional love. Percayalah, itu hanya kenaifan seseorang saat sedang jatuh cinta.
*Bo, buset, gara-gara sakit-sakit nonton infotainment saya jadi mikir ga penting gini ya? Doh, rusak! Hihihi..
Recent Artworks in Gallery
Recent Posts in Blog
0
komentar