Andia telah berpulang ke tanganNya hari ini, pukul 3.45 pm. Segala kesalahan mohon dimaafkan.
Sender:
Dita Kriting
+6281318******
09/01/2006
16.24
Berita melalui pesan pendek itu saya terima di Senin sore kemarin. Kaget, seperti ada yang terlepas dari hati saya. Andia adalah salah satu teman dekat semasa kuliah
Buru-buru saya menelepon beberapa orang teman dan kami sepakat untuk menghadiri pemakamannya,sebagai penghormatan terakhir, untuk orang yang pernah dekat di hati kami.
Sepanjang hari itu, tiba-tiba banyak kenangan terputar kembali dengan jelas dalam benak.
Andia.Saya bertemu dengannya untuk pertama kali ketika kami baru sama-sama lulus SMA dan mengikuti bimbingan belajar seni rupa. Sosok tinggi, besar dan berisik itu tiba-tiba menghampiri saya, dengan ramahnya dan memperkenalkan diri.
Saya bukanlah orang yang suka berteman dan beramah tamah dengan orang baru, tapi entah kenapa, dengan Andia, saya terpesona. Sejak saat itu, kami banyak menghabiskan waktu bersama; saling mencela gambar yang jelek, jajan gorengan, belajar berbicara terbalik untuk mencela orang, bahkan putus asa bersama ketika sudah memasuki hitungan minggu, gambar kami tidak kunjung membaik.
(Bahkan kami sama-sama mendaftar ke STBA, karena yakin tidak akan diterima FSRD ITB. Saya D3 Jerman dan dia D3 Perancis..eh, atau Jepang ya?)
Tapi ternyata kami berdua dengan sukses (dan mengherankannya. Gambar kami jelek, ingat?) masuk ke FSRD ITB. Bersama-sama kami menyobek kartu ujian STBA dan menebarkannya di jalan.
Tempat kostnya di bilangan Ciumbuleuit adalah jebakan setan bagi pemalas macam saya, tidur bergelimpangan di lantai sambil bercerita mengenai hal-hal tidak penting, melakukan hal-hal yang menyenangkan. Tertawa-tawa. Menangis. Sampai sakit.
Kami sama-sama terobsesi membentuk sebuah band. Andia bermain drum (yang sangat tergantung pada walkman, karena menurut pengakuannya, ia tidak mampu menjaga ketukan jika harus dijauhkan dari walkman) dan saya bermain gitar (yang sangat tergantung pada kunci hafalan dari teman; saya ingat, pernah ditanya oleh salah satu teman yang bersedia mau membantu melatih : "Kke, Kamu main di mana?". Saya sambil menyeringai menjawab "Nggak dimana-mana, disini aja kok…") . Band kami parah; pemain-pemain lain juga parah - yang paling bagus, hanya para vokalis. Mereka berdua Frente dan Dolores O’Riordan banget. :D
Psst.. band kami tidak pernah manggung di mana-mana, lho. :D
Andia sering melakukan hal-hal ajaib. Ia pernah mengecat giginya dengan kuteks hitam pada Fancy Night, sebuah tradisi pesta kostum yang dilaksanakan setiap malam setelah wisuda. Waktu itu dia memakai kostum penyihir. Dengan wajah serius dia berkata "Semua hal itu membutuhkan totalitas. Dan gue mau total jadi penyihir". Saya hanya tertawa-tawa melihat giginya yang hitam, memberikan kesan ompong. (Tambah tertawa lagi, ketika keesokan harinya ia tidak berani membuka mulut, karena ternyata aceton pun tidak mampu menghapus kuteks tersebut dari gigi).
Itu hanya sebagian kecil dari sejuta ketidakpentingan yang pernah kami lakukan bersama.
Ada satu hal yang sering membuat saya terheran-heran dari Andia, ia selalu mau repot untuk orang lain. Sebaliknya, ia sering terheran-heran melihat saya yang malas bergaul dengan banyak orang.Satu kalimatnya yang selalu saya ingat adalah : "Berhenti membenci dunia, walau bagaimanapun kita akan selalu membutuhkan orang lain..., lagipula melihat orang lain tersenyum karena kita itu membahagiakan kok..."
Miss Ribet. Miss Panik. Miss Besar.Miss Optimis. Miss Positive Thinking. Miss Kocak. Selalu terlihat dalam keadaan nyengir. Good Listener. Superstitious-believer, senang menolong walaupun itu harus membuatnya terjebak dalam masalah. Sahabat semua orang. Itulah Andia.
...
Saya dan 7 orang teman akhirnya berangkat menuju Jakarta, keesokan harinya. Sepanjang perjalanan itu, kami tidak bisa berhenti membicarakan almarhumah dan kenangan-kenangan bersamanya. Kami tertawa-tawa sampai berlinangan air mata. Lalu menyesali diri; karena kami semua telah lama tahu bahwa Andia sakit, berniat menjenguknya.... dan niat itu tetap hanya menjadi niat.
Perjalanan kami adalah sebuah reuni ; dengan situasi dan kondisi yang sangat aneh.
Ketika kendaraan memasuki Jakarta, kami semua terdiam. Tidak ada seorang pun yang berkata-kata sampai tiba di rumahnya.
...
Kami tidak sempat melihat sosoknya untuk terakhir kali. Ya, kami terlambat. Sungguh, saya sulit untuk percaya bahwa ia telah tiada.
PS: Kamu benar, Zed. Hidup itu unpredictable dan sangat singkat. Tiba-tiba saya jadi banyak berpikir tentang kehidupan saya. Apa yang sudah saya lakukan? Apa yang sedang saya lakukan? Apa yang akan saya lakukan? Dan ketika hidup saya berakhir, sudah jadi apa saya? Apakah akan banyak orang yang merasa kehilangan? Apakah ini.. apakah itu....
Hhhh...
Farewell, Good Friend.
Kamu akan selalu ada di hati saya dan setiap orang yang mengenalmu.
Recent Artworks in Gallery
Recent Posts in Blog
0
komentar