"Ada yang salah dengan kita?" saya bertanya pada dia, sambil diam-diam berusaha untuk mencari dan merasakan kembali apa yang dulu pernah ada dalam hati.
Cinta? Tidak ada.
Sayang? Masih.
Rindu? Mungkin juga masih. Kadang-kadang.
Bahagia? Tidak begitu.
(Ternyata kata ibu saya benar tentang perasaan terhadap pasangan. Cinta mati itu tidak ada, sayang seumur hidup tidak akan ada, rindu sampai mati juga tidak ada apalagi bahagia setengah mati JIKA semua itu tidak dijaga baik-baik)
"Nggak." Ia menjawab sambil terus menyetir.
"So? Why did you leave me for her?"
"I don't know." ia mengedikkan bahu.
"We're happy together, right?"
"Absolutely.."
"Kita cocok dalam semua hal."
"Banget..."
"Nyambung..."
"Banget..."
"Ada yang salah dengan saya?"
"Sama sekali enggak."
Saya terdiam. Dia bersenandung perlahan. Saya melihat keluar jendela.
"Are you happy with her?" tanya saya lagi. Penasaran. Ia tidak langsung menjawab.
"Are you?" saya menyerangnya.
"Yeah.."jawabnya, yakin.
Saya menghela nafas.
"So, you're happy with her." saya membuang pandangan ke luar jendela lagi,"Good."
...
"Is she good?" tanya saya. Kami duduk, berhadapan. Ia diam, memainkan sedotannya, mengaduk lime squash yang sudah nyaris tandas. Saya mengikuti, mengusap gelas yang berkeringat karena dinginnya es, gelas saya masih setengah penuh.
"Okay. It's a yes/no question. I am better than her. Yes or No?"
"..." ia masih membisu.
"It's not hard to answer, only yes or no, right?"
"Well." akhirnya ia bersuara, saya pikir ia telah menjadi bisu.
"Well?"
"Semua orang itu nggak sama, masing-masing spesial. Saya nggak mampu untuk membanding-bandingkan. Sungguh." jawabnya sambil menatap saya dalam.
"So, you're happy with her..." gumam saya.
....
Dalam perjalanan pulang, saya merasa bersalah telah menyerangnya dengan pertanyaan-pertanyaan demikian.
Di sebuah perempatan jalan, lampu merah menyala, memberi kesempatan bagi saya untuk berpikir lebih jernih.
2 menit, lampu belum berubah menjadi hijau. Saya mengambil ponsel dan memutuskan untuk mengirimkan sebuah pesan pendek padanya.
I shouldn't ask you such questions.
It wasn't me. It was my ego who's talking. I am sorry? :-)
Send.
Delivery Report.
Lampu belum juga berubah menjadi hijau. Saya masih sempat berpikir; ini bukan masalah siapa yang lebih baik, tapi ini masalah persilangan jalan yang telah berlalu. Saya dan dia harus melanjutkan hidup.
Pengemudi kendaraan di belakang saya membunyikan klakson, mengejutkan. Sekilas saya melihat lampu lalu lintas. Hijau. Saya menginjak gas, pulang.
He’s smart.
He made me laugh.
He made me comfortable.
He loved me.
Tempora mutantur, nos et mutantur in illis.
Times change and we change with them.
It turned out that he was someone in transit, two years in my heart.
He left.
He had to go to arrive at terminal soul mate.
Taken from this blog