Saya bukan penggila PC games, Playstation pun tidak, tapi ada kalanya saya iseng menginstall beberapa Games bajakan yang saya dapat dari pusat kebudayaan murah (ah! itu memang cara saya menyebut pasar kota kembang - surganya pecinta barang-barang bajakan.). Sampai kini games favorit saya cuma lima: The Sims, Harry Potter and The Sorcerer's Stone, Zoo Tycoon, Roller Coaster Tycoon dan Virtual Pool.
Tapi sudah lama, saya nggak bermain-main dengan games itu, sampai kemarin - saat terserang insomnia keparat, kebetean akut dan influenza, kembali saya membuka salah satu games favorit : Harry Potter and The Sorcerer's Stone. Bukannya bisa tidur atau perasaan ini membaik, saya malah jengkel setengah mati ketika tertahan di level Quidditch, dan tidak kunjung berhasil memenangkan pertandingan antara Griffyndor melawan Slytherin - padahal setahun yang lalu saya sudah berhasil sampai ke level melawan Voldermort- yang tentunya tingkat kesulitannya lebih tinggi dong, daripada level Quidditch? Ya kan?
Di tengah-tengah permainan, tiba-tiba 'eureka!' ; saya mendapatkan suatu inspirasi cemerlang (yah, cukup cemerlang untuk seseorang yang terkena pilek, bete dan terserang insomnia, serta jam tiga pagi tidak berhasil melewati level Quidditch) - bahwa sebenarnya sembuh dari Patah Hati itu sama saja seperti game Harry Potter and The Sorcerer's Stone yang saya mainkan, terdiri dari beberapa level, yang masih-masing memiliki tingkat kesulitan tertentu.
Kalau di Harry Potter and The Sorcerer's Stone, level 1 adalah belajar meloncat dan memanjat dari satu lemari ke lemari lain tanpa terjatuh - kalau di game Patah Hati (hihi, bo, gila banget namanya) : belajar untuk mengendalikan diri. Yap, terkadang setelah putus kita (tanpa sadar) merusak diri sendiri; sedih berkepanjangan, malas beraktivitas, menyalahkan diri, mengurung diri, maunya tidur (karena percaya dengan tidur, kita nggak perlu merasakan sakit), marah-marah, kurang berkonsentrasi, membenci semua orang dan seterusnya. Kita harus lewati itu. Susah? Lumayan. Well, tapi sebagai pemain masa sih, mau berhenti di level 1?
Lalu level 2 adalah : berhenti mau tau tentang kehidupan mantan dan dengan siapa lagi dia terlibat percintaan. Kenapa? Soalnya capek,lah dodol! Apalagi kalau kita sempat melihat ada potongan foto mesra mantan dan kekasih barunya. Suka jadi gregetan gimanaaaa gitu. :-)
Memang sih, kecenderungannya kita pengen tau, 'saingan' - ya nggak sih? Maka kita bukalah profile mantan di friendster - dan mencari orang-orang yang dicurigai - kalau dapat, kita akan buka profilenya lalu berusaha mencari tahu batas kehebatan 'saingan'. Dari sini sering keluar komentar-komentar subjektif seperti "yaelaaah, Miss Ga Penting banget sih, nyebut diri pake nama kecil tipikal anak manja, sekolahnya di sebuah sekolah swasta, yang dulu gue pernah daftar juga ujian masuknya - tanpa belajar, malah pake ketiduran, eh gue lulus. Terus taun depannya gue ngejokiin temen gue, gak belajar, eh lulus lagi. Mana masih S1 dan blom beres pula, padahal perasaan keluarnya juga gak butuh usaha yang keras.!", bahkan kadang-kadang kita suka membuat asumsi negatif sendiri "Ih pasti anaknya spoilt brat!". Kemudian, dari profile kita akan menemukan blognya, kita buka - dan berkomentar "Eh, please deh, templatenya jelek, pasti html sederhana aja dia nggak ngerti, trus..trus.. bagusan tulisan gue kemana-mana. Coba deh, coba deh baca : ‘Aku percaya akan cinta.Bahkan aku mengaku sebagai pemuja cinta. Karena aku pernah merasakan bahwa cinta pernah menempatiku’, deuu bahasanya basi getolooo", pun ketika kita menemukan kelebihan khusus seperti saingan ternyata jago ice skating - kita tetap akan berkomentar "situ ice skating, gue dong capoeira!" - lalu buru-buru mendaftar di klub capoeira terdekat (terlalu spesifik dan nyolot ya? biarin ah, blog gue ini.) - Dan apakah setelah kita tahu bahwa kita (pikir kita) lebih dari saingan, kita bakal puas? nggak juga...
Level 3, berhenti berpikir bahwa kita dan mantan adalah pasangan yang sangat serasi dan memang seharusnya bersama, atau meyakinkan diri bahwa sebenarnya dia masih mencintai kita, berhenti berpikir bahwa dia memilih sikap denial karena suatu hal - lah buktinya? Dia pergi. Dan jangan sampaiiiiii (berkali-kali lagi) kita begging untuk kembali.
Level 4, level menyembuhkan luka, tingkat kesulitannya sama dengan level melawan Voldermort - kita ditantang untuk menjalani kehidupan kita, sendiri - kadang-kadang memang terasa kosong, lah gimana ya, sudah jadi habit; ada seseorang untuk ditelepon, diajak jalan, diajak diskusi, diajak bikin zine, diajak menulis bersama, diajak bercinta, diajak travelling - eh tahu-tahu sekarang harus sendiri.
Level 5, jatuh cinta lagi! Level ini sebenarnya level bonus, terjadi begitu saja cepat atau lambat setelah level 4 terlampaui.
Susah? Sebenarnya nggak juga - susah kalau kita pikir itu susah, tapi mudah juga kalau kita pikir mudah. Dan nggak perlu kuatir - karena masing-masing level punya 3 jenis energy booster:
Satu : Teman-teman lama yang membawa energi positif, ada yang memaksa untuk menulis novel dengan alasan "patah hati kan bagus tuh, lancar nulisnya!" seperti yang dilakukan teteh yang ini, mengajak traveling 30 hari keliling Timor Leste, mengajak bergabung untuk mengajar ekskul di SMP dan SMU, mengajak melakukan penelitian, meminta jadi scriptwriter untuk film pendek terbarunya.
Dua : teman-teman baru yang rupa-rupa bentuk dan kelakuannya; ada yang gadget freak (hi there!), ada yang gila belanja, ada yang mengaku gempeur* kalau menelepon (hehehe, well helloooo there!), ada yang sangat religius sampai berencana jadi biarawati, ada yang mau melarikan diri dari pernikahannya yang dua minggu lagi karena calon suami yang suka melarang-larang. Ada yang kuning, hijau, kelabu, merah muda warnanya! :P
Tiga: kejadian-kejadian lain yang menyita perhatian, seperti komputer yang tiba-tiba crash, spare part digcam setia kita yang mahalnya kayak anjing, kematian ayah seorang sahabat, boss yang menyebalkan (ada nggak sih boss yang nggak menyebalkan?).
Tapi kita harus hati-hati, karena ada hal-hal yang kita anggap energy booster, tapi ternyata bukan - seperti satu : teman-teman yang suka bilang "patah hati karena cowok, obatnya cowok baru.". Hey, masalah satu aja belum selesai, lah kok mau nambah masalah lagi.
Dua: teman-teman yang menghasut untuk membuat susah kehidupan mantan (iya memang mantan capek, kita? capek juga - nggak sembuh-sembuh).
Tiga : teman-teman yang suka mengutip teori-teori dari buku serial Venus dan Mars : bahwa sebenarnya laki-laki adalah karet gelang, sewaktu-waktu butuh untuk melar - perempuan itu pasaknya, biarkan laki-laki melar, kita tetap diam, karena sewaktu-waktu pasti laki-laki kembali - ha, mari beramai-ramai kita bilang : tai kucing. Yang pergi biarlah pergi.
Empat; tidak membatasi keinginan untuk bersenang-senang - Senin bowling, Selasa pool. Rabu belanja, Kamis creambath, Jumat Facial, Sabtu Karaoke, terus menerus, ini sih, senang iya, di kantong juga berat.
Anyway, sekali kamu mulai bermain game ini, menyelesaikannya memang nggak mudah - tapi nanggung, harus dilalui, diselesaikan. Lagipula, kalau mudah bukankan malah jadi nggak seru? Dan, gagal melewati level awal? Coba lagi dong ah – saya juga baru belajar melewati level demi level.
hihi, apaa cobaaaaaaaaaaa....
Sett dah.. postingan kali ini panjang benerr..
PS:
*Gempeur : grogi
** nama energy booster di game Harry Potter and The Sorcerer's Stone tuh apa sih? Yang bentuknya kodok warnanya coklat - lupa deh gue....
Recent Artworks in Gallery
Recent Posts in Blog
0
komentar