"Are you sure you want to do this?"
"Absolutely..."
"Ini bukan pekerjaan gampang lho..."
"GUE tau. Tau BANGET."
"Ya udah...Tapi nggak perlu pake kabur dong...Kasian bonyok lo."
"Lo ini kenapa sih? Nggak suka gue pergi? Ahh, payah! Lo sama aja ma bokap nyokap gue, suka ngelarang-larang!!!!"
"Hm, bukan. Are you mentally ready? Terus secara fisik siap?"
"Lo ngeraguin gue ya? Hey, I can do ANYTHING there. Hati lo tergerak nggak sih waktu liat berita itu di setiap stasiun TV? Tergerak pengen nolong?lo ikut ngerasain sakitnya nggak sih?"
"Ya iyalahh. Siapa sih yang nggak terluka ngeliat kejadian itu? lo tuh jangan selalu ngerasa bahwa cuma lo DOANG dan yang PALING sakit, cuma lo DOANG dan yang PALING sedih. Semua orang juga sedih, cuma heartless jerks yang enggak. Yang masih bakal hura-hura, party-party di malem taun baru ntar, yang masih mikir ' ih ga ada hubungannya sama gue ini.' dan gue pikir, setelah ngeliat anak-anak, orang-orang gak berhati dan berotak seperti itu cuma sedikit kok."
"Dan elo tergerak untuk pergi nggak sih? nolong? ngebantu?"
"Kalo gue, enggak. Gue nggak akan turun ke lapangan langsung.
"LHO?"
"Tenang dulu. gue mikirnya, buat apa gue ke sana, kalo skill yang dibutuhkan pun gue nggak punya. Yang dibutuhkan urgent di sana itu orang-orang yang punya skill di bidang medis. gue? nggak punya... Trus tenaga-tenaga yang kompeten untuk ngebangun infrastruktur. gue? nggak punya. Yang punya pengalaman dalam mengevakuasi korban-korban bencana alam atau kerusuhan, gue? nggak punya... Bahkan orang-orang yang sangat mengenal medan di sana saat ini. Lah gue? Gue kan anak kompleks, yang cuma tau keadaan di sana waktu masih baik-baik aja, elo juga kan? Kalau gue ke sana, udah jelas nggak efektif, gue bakal nggak ngerti mau ngapain dan malah jadi ngeribetin orang-orang yang memang bener-bener kompeten."
"Tapi gue punya tekad. Punya semangat. Nggak cukup apa?"
"That's good anyway. Tapi apakah lo mau pergi ke sana dan menjadi tidak berguna karena keterbatasan skill lo? Hey, bukannya apa-apa ya, tapi dengan lo stay di sini, kamu bakal lebih berguna, dengan lo udah ikut nyumbang dana, lo juga udah ambil bagian dalam ngebantu mereka..."
"Tapi kan kalo gitu aja, gue ngerasanya pasif banget, cuma nyumbang, trus nonton dan bilang 'aduh kasian ya mereka?' gue pengen ngelakuin sesuatu."
"Well, datenglah ke any posko atau any crisis centers, tanya apa yang bisa kita lakuin di sana, setiap hal kecil yang kita lakuin dengan tetap tinggal, jangan dikira nggak berarti, kita bantu database, kita bantu ini itu...."
"Hhhhh.."
"Kadang-kadang emang semangat aja nggak cukup, walaupun gue bilang punya semangat itu nggak jelek, tapi udah seharusnya, klo ngebantu, jangan nanggung, harus bener-bener kerasa bantuannya. Jangan cuma kesana kayak artis, 45 menit sampe 3 jam, ngeliat keadaan trus balik. It's okay kalo lo mau pergi, tapi bekalin diri lo dulu dengan skill-skill yang dibutuhkan, kamu siapin mental dan fisik, jangan malah sampe sana lo sakit, atau ngeribetin yang lain."
"Ngebekalin diri dengan skill? Lama dong."
"Eh jangan dikira periode penyembuhan pasca bencana itu proses jangka pendek loh. It'll take years. Lo kesana enam bulan lagi, setahun lagi, dua tahun lagi, tenaga lo bakal masih dibutuhkan. Secara fisik mungkin mereka udah sembuh, tapi mental? Terus soal infrastruktur di sana yang rusak berat, emangnya bisa abrakadabra dalam 3 bulan selesai? Nggak kan? lo bisa pergi kesana anytime, ketika lo bener-bener siap, bukan karena emosi aja.. dan gue percaya, pada saat lo pergi, tenaga lo bakal jauh lebih berguna.."
"Hmm, mebbe you and my parents are right.Mungkin emang lebih baik gue stay di sini, dan berusaha nyari tau, apa yang bisa gue lakuin dengan tetap tinggal."
"Hmm...Eh, gue pikir, syaraf motorik lo tuh bekerja jauh lebih cepat dari perintah otak kali ya?"
"Kok?"
"Iya, kebiasaan lo tuh, suka nggak pake otak, tapi pake emosi... bergerak dulu baru mikir."
"Tau deh, udah dol kali..."
"Hehehe.."
"Hehehe.."
"Yo wis, balik sana, jangan musuhan sama bokap nyokap lagi. lo tuh...."
"Abis gimana dooong. Yang namanya anak, pasti punya benteng yang terlalu besar terhadap orangtua, ya gak sih? Orang tua bilang apa, kata-katanya pasti mental balik di tembok benteng. Semakin keras orang tua ngomong, mentalnya juga semakin keras... "
"Iya juga ya?"
"Iya banget..."
Semoga di tahun depan, semuanya menjadi lebih baik.