Aku –seperti perempuan-perempuan normal lainnya- sangat suka berbelanja. Jangan heran kalau aku sampai punya jadwal khusus setiap akhir bulan, untuk menghabiskan gaji-bulan-lalu, membeli barang-barang yang kuinginkan.
Tapi dibandingkan dengan belanja di mall, aku lebih suka untuk pergi ke pusat grosir di tengah kota dan sekitarnya. Soalnya murah. Mungkin buat beberapa orang, barang-barang yang dijual disana tidak se’keren’ yang dipajang di etalase mall, tapi sesungguhnya buatku, mau memakai barang yang dijual di pusat kota, atau barang yang dijual di mall, sama saja; kalau pemakainya keren, ya keliatannya tetap keren :P (kumaha bengeut (gimana muka)-bahasa Sundanya sih.)
Satu hal lagi yang aku sukai, adalah : Bisa ditawar.
Sebenarnya, menurut ibuku,ada satu peraturan mendasar yang harus diingat oleh para perempuan yang senang belanja di pusat kota : menawar HARUS sampai 50% kurangnya.
Jika baru dapat potongan sekitar 10% dan seorang perempuan sudah membayarnya, maka dia akan diberi gelar Nona/Nyonya Tidak Bisa Menawar. Bagi seorang perempuan, diberi gelar seperti itu merupakan aib!
Nah, hukum kedua yang harus diingat adalah : harus ngotot!
Sabtu kemarin aku JJBS (Jalan-Jalan Bego Sendirian), ke pusat grosir di kota, dan aku menemukan kain katun beragam hias keJepang-jepangan, dalam pikiranku tervisualisasi dengan jelas blus menyerupai kimono yang akan kupadukan dengan jeans. Penjual menawarkan Rp.20.000,-/meter, aku menawar sampai Rp.10.000,-/meter, aku benar-benar ngotot mempertahankan hargaku, sampai si penjual menurunkan harganya; akhirnya memang kudapat kain tersebut dengan harga Rp.13.750,-/meter. Aku menemukan lipstick Revlon Nomor....
(....hmm, nomor berapa yah? Bentar, diambil dulu.)
Oh, ya! No.87 Fleshtone, dengan harga Rp.20.000,- padahal setahuku di mall harganya sekitar Rp.25.000,- sampai dengan Rp.27.000,-, aku juga menemukan ikat pinggang, hanya RP.7500,-
Aku menemukan ini, aku menemukan itu.
Tapi jangan disangka, kalau sudah menawar sampai setengah dan ngotot itu sudah cukup, masih ada hukum ketiga, yaitu : pura-pura tidak butuh. Sabtu kemarin aku juga ke toko beads, mau bikin kalung, dan bertemu dengan penjual yang ngotot mempertahankan harga, yah, aku bilang saja,”Jadi nggak bisa kurang nih? Ya udah..” lalu dengan wajah tak perduli aku pergi, seringnya sih kalau aku seperti itu, mereka akan memanggilku kembali “Neng, maunya ambil berapa?”. (Kalau sudah begitu, aku akan tertawa penuh kemenangan, - dalam hati tentunya..).
Saking asyiknya mempraktekan 3 hukum tersebut; tanpa sadar, aku telah berjalan jauh sekali, untuk kembali ke tempat aku memarkirkan mobil dengan berjalan, sungguh malas. Aku menghentikan becak, dan menawar sampai setengahnya (it's in the blood, it's genetic..). Tukang becak menyerah.
Aku naik ke dalam becak, ketika becak melaju, baru kusadar, kami telah melawan arus lalu lintas yang sungguh macet, belum lagi jalannya agak menanjak. Kebayang, kan bagaimana kalau anda yang jadi tukang becaknya? Aku sih, selama perjalanan, benar-benar membayangkan!
Ketika sampai ditujuan, aku melihat ekspresi kelelahan si tukang becak, bahkan cenderung seperti kesakitan, keningnya berpeluh, nafasnya satu dua, tersengal-sengal, belum lagi ia puasa (itu juga kalau puasa!)
Hhhh…
Akhirnya kuberikan saja sejumlah Rp.10000,- padanya, dan langsung pergi.
Tukang becak :
Neng, ini kembaliannya.
Gue :
Nggak usah, ambil aja.
Tukang becak :
(dalam hati) ni orang gila kali ya, tadi ngotot, sekarang ngasih lebih
Baru kemarin aku sadar, bahwa hukum tawar menawar itu harus diupdate lagi, ditambahkan dengan : Ada kalanya, kita harus ngotot tapi ada kalanya, kita harus fleksibel.... dan manusiawi.
selamat menawar, dan semoga su'ses...
:)
Recent Artworks in Gallery
Recent Posts in Blog
0
komentar