layang-layang.
sampai kini aku selalu suka melihat layang-layang yang sedang terbang di angkasa. Sering aku sengaja menghentikan mobilku dipinggir jalan dan mengamati anak-anak bermain layang-layang di lapangan. Seandainya aku pernah bisa menerbangkan layang-layang, tentu aku akan berteriak,"ikutan dong!". tapi sayang aku tidak pernah bisa..
.....aku jadi ingat, sewaktu aku kecil, aku tidak bosan-bosannya mengikuti anak laki-laki sebayaku yang hendak bermain layang-layang, mereka pergi ke lapangan aku ikut, mereka naik ke atas atap , aku juga ikut. Aku berharap mereka mengajariku untuk menerbangkan layang-layang. Aku benar-benar ingin bisa. Tapi mereka terlalu sibuk mengadu 'ketangguhan' layang-layang mereka.
Akhirnya, aku meminta ayah untuk mengajariku. Ia hanya tersenyum. Kupikir saat itu ia akan langsung memberiku uang untuk membeli layang-layang di warung, lalu kami bisa segera bermain bersama, tapi tidak, ia hanya berkata,"besok!".
Aku tidak mengerti, besok apa? besok apa? pertanyaan ini membuat aku penasaran dan kehilangan konsentrasi esok harinya di sekolah. Dan ajaibnya, rasa penasaran itu mampu membuatku langsung pulang, begitu sekolah selesai, padahal biasanya aku selalu mampir dulu kerumah teman.
tahu apa yang kutemukan dirumah ? batang bambu yang telah diserut, kertas minyak, benang, lem kayu, dan pecahan gelas. Walaupun aku masih kecil, tapi aku tahu bahwa kami akan membuat layang-layang! tapi kemana ayah? aku hampir mati bosan, untung ayah pulang cepat sore itu. Sambil membuat layang-layang bersama, kami bernyanyi.
Ambil buluh sebatang
kupotong sama panjang
kuraut dan kutimbang dengan benang kujadikan layang-layang*
Ayah memotong batang bambu yang ada sama panjang, dan menimbangnya dengan benang untuk menemukan tengah dari bambu tersebut. Lalu ia menyatukan keduanya, menyilang. Ujung-ujung bambu tersebut ia ikat dengan tali. Aku membantu memotong kertas minyaknya, "ingat, kertas harus dipotong lebih besar dari kerangkanya," kata ayah. Dan langkah terakhir, kami menempelkan kertas minyak pada kerangka yang telah jadi.
Lalu pelajaran selanjutnya yang kuterima adalah membuat benang gelasan! Ayah melarangku ikut menumbuk pecahan gelas. Aku hanya memperhatikannya dari jauh. untung aku boleh ikut campur lagi ketika ia sedang merebus lem kayu, dan mencampurkan tepung gelas kedalamnya, kalau tidak mungkin aku akan kesal! Malah ayah yang menyuruh aku mengaduk adonan itu sampai rata. Lalu yang memasukkan benang berukuran 24 kedalamnya? aku juga dong!
esoknya, benang gelasan itu sudah kering dan bisa kami pakai. Layang-layang pertama kami telah jadi. Asyik! akhirnya aku akan bermain layang-layang. Dengan semangat aku dan ayah pergi ke lapangan dekat rumah. Aku sudah membayangkan, bagaimana tampang anak laki-laki yang tidak mau mengajariku, ketika aku sudah 'hebat' dalam menerbangkan layang-layang.
Bermain, bermain, bermain layang-layang
bermain ku bawa ke tanah lapang
hatiku gembira dan senang*
Apakah ayah bisa menerbangkannya? bisa, layang-layang itu terbang sejenak, tapi jatuh lagi. Saat itu memang tidak ada angin, lagipula layangan kami yang terbuat dari kertas minyak terlalu berat, "seharusnya kita bikin dengan kertas layang-layang,bukan kertas minyak," kata ayah. Aku kesal, "kenapa nggak dari kemarin? udah tau kertas minyak berat!" omelku dalam hati. Lalu, apakah aku bisa menerbangkannya? tentu tidak, terangkat ke atas pun tidak. AKhirnya, kami merencanakan untuk membuat layang-layang kedua dengan kertas yang benar.. yang tidak pernah terwujud sampai sekarang. makanya aku tidak bisa menerbangkan layang-layang.
Ayah, walaupun aku selalu membangkang, tapi itu tidak berarti aku tidak mencintaimu... I DO love you, always...
* yang nggak tau lagu ini mending bunuh diri aja deh! :-P