Akhirnya saya mendapat sebuah pelajaran berharga , yaitu - kalau memang sudah jamnya tidur, ya paksakan tidur, masuk ke dalam selimut dan berbaring, jangan di-entar-entar-lagi-nanggung. Karena, kalau sudah terlewat jam ngantuknya, maka pasti bablas, tidak bisa tidur sampai pagi.
Memang, saya bisa saja mencuri-curi tidur di antara waktu mengajar, di dipan kecil yang ada di tempat tersembunyi di ruangan kantor saya dan teman-teman, atau kalau tidak ada jadwal mengajar lagi, ya langsung pulang dan BBS, Bobo-bobo Siang di rumah. Tapi ya itu, kalau tidur saat hari masih terang, bisa dijamin, malamnya saya segar bugar- melek sampai pagi lagi, begitu terus, nggak beres-beres.
Oh ya, di salah satu malam tidak bisa tidur itu, kalau nggak salah, tanggal 2 Desember subuh, akhirnya daripada bengong, saya menyalakan televisi. Pindah channel sana-sini dan berhenti pada channel MTV yang kebetulan sedang menayangkan film 'Transit'.
Film ini masuk dalam agenda kampanye pencegahan AIDS, Staying Alive - hasil kerjasama antara MTV Networks International dengan Swedish International Development Cooperation Agency (Sida). Dan ditayangkan pada World's AIDS Day [WAD] 1 Desember 2006 kemarin atas dukungan UNAIDS, SIDA dan Italian Development Cooperation.
TRANSIT menceritakan tentang 8 orang anak muda dari 4 benua yang melakukan perjalanan lintas benua dengan alasan masing-masing.Pada awalnya cerita serta konflik tiap karakter berdiri sendiri, sampai pada akhirnya mereka saling bertemu, berinteraksi, jatuh cinta dan BBB [Bobo Bobo Bareng] - benang merah yang mengaitkan masing-masing karakter adalah pada akhirnya mereka semua terinfeksi HIV. Di antara pemutaran film tersebut, saya banyak menangkap pesan pentingnya pemakaian kondom, untuk mencegah penularan virus HIV.
Sebenarnya saya masih mempertanyakan seefektif apa sih, penggunaan kondom dalam pencegahan penularan virus HIV? Bukan hanya sekali dua kali saya membaca artikel yang pada intinya mengemukakan bahwa penggunaan kondom sama sekali tidak efektif. Ada teori pori-pori kondom yang lebih besar dari diameter virus tersebut, disebutkan bahwa kondom yang terbuat dari bahan latex memiliki pori-pori berdiameter 1/60 mikron dalam keadaan tidak meregang [jika meregang, akan membesar sampai 10x lipat], sementara HIV sendiri berdiameter 1/250 mikron - jadi kesimpulan pada akhir artikel adalah virus tersebut bisa dengan leluasa menembus kondom, jadi penggunaan kondom itu sangat tidak efektif.
Nggak kok, saya nggak langsung bulat-bulat percaya dengan artikel tersebut, alasannya sederhana, walaupun disebutkan sumber teori tersebut adalah konferensi AIDS Asia Pacific di Chiang Mai, Thailand (1995), tapi saya tidak melihat artikel yang bersangkutan adalah artikel ilmiah yang netral. Bukannya bermaksud untuk berpikiran negatif, tapi saya sudah sering melihat kasus penggunaan [bahkan penyelewengan] data dan informasi untuk tujuan mendukung rencana pihak yang bersangkutan.
Lagi pula, kalau memang sangat tidak efektif, kok masih banyak kampanye pencegahan penularan HIV yang mengkomunikasikan pesan pemakaian kondom ya? ;-)
Lepas dari efektif atau tidaknya pemakaian kondom untuk mencegah penularan HIV, kemarin partner saya menunjukkan entry pada sebuah blog, di sana dimuat poster bertagline : Use Condoms, Fight AIDS lalu ditambahkan opini dari sang empunya blog, kurang lebih berbunyi "Memangnya dengan memakai kondom jadi nggak zina gitu?".
OK, dasar iseng, saya meninggalkan komentar : Kan taglinenya Use Condoms, Fight AIDS - bukan Use Condoms then everything will be halal. [kemudian partner saya bilang : saya tukang cari gara-gara.. hehehe]
Banyak banget pihak yang nggak mendukung kampanye pemakaian kondom untuk mencegah penularan HIV ini. Alasannya nggak sesuai dengan budaya Indonesia [budaya yang mana ya?] dan seolah-olah melegalisasi perbuatan Bobo Bobo Bareng tanpa menikah. Bahkan pro-kontra yang sama terjadi juga waktu pemerintah mengadakan program pemasangan ATM Kondom di tempat-tempat tertentu, dengan alasan sama saja memfasilitasi hubungan zinah.
Kaum kontra ini kemudian memberikan sebuah solusi pencegahan penularan HIV yang dianggap jitu, mulai dari menghindari seks pra nikah sampai menghapuskan prostitusi. Waduh, padahal rasanya tidak sesederhana itu, deh..
Kenapa? Karena nggak bisa lagi dipungkiri bahwa tidak semua orang memegang nilai-nilai moralitas yang dipercaya oleh kaum yang kontra kampanye pemakaian kondom tersebut. Kalau memang kaum kontra bisa menanamkan nilai tersebut pada mereka dengan instan tanpa menimbulkan huru-hara, ya bagus. Kalau nggak?
Dan kita juga nggak bisa menutup mata, ada juga kelompok yang ternyata lahan mata pencahariannya ya, 'di sana', mau bagaimana lagi? Kalau kaum kontra tersebut bisa mencarikan mata pencaharian lain buat kelompok ini dengan instan, ya bagus. Kalau nggak?
Sekali lagi, semuanya tidak sesederhana 'hindari seks pranikah' 'jangan ngensa-ngensi [ngent*beep* sana, ngent*beep* sini]' dan 'hapuskan prostitusi', tapi sangat kompleks.
Jika dimintai pendapat, saya menganggap kampanye pemakaian kondom untuk mencegah penularan HIV adalah positif [sampai ada pernyataan ilmiah netral serta terpercaya bahwa kondom tidak efektif] . Untuk opini yang menyatakan bahwa kampanye ini akan mendorong orang-orang yang belum bergaya hidup demikian, saya pikir nggak juga deh, berbalik lagi pada pribadi masing-masing.
Oh ya, mumpung lagi ngomongin beginian, lanjut aja,lah...
Di blog yang ditunjukkan oleh partner, saya juga menemukan komentar : semoga mereka dapat azabnya. Saya pikir, sangat tidak bijaksana nyumpahin orang dengan cara demikian, atau lebih jauh lagi mengklaim orang lain dengan opini bahwa AIDS adalah hukuman dari Tuhan bagi mereka yang tidak berada di jalanNya atau berdosa.
Ini juga mungkin ya, yang menyebabkan ODHA [orang yang hidup dengan HIV] sering dijauhi, selain menganggap mereka hina, mungkin juga ketakutan-ketakutan akan ketularan. [walaupun penularannya juga nggak sesederhana kecolek dikit langsung tertular.hehe]
Padahal, seperti yang kita ketahui, penularan HIV tidak semata lewat hubungan seksual tanpa pengaman, tapi juga penerimaan darah yang terinfeksi HIV melalui transfusi, penggunaan alat-alat kedokteran yang tercemar virus tersebut serta penularan ke jabang bayi dari ibu yang terinfeksi.
Ini sama sekali nggak ada hubungannya dengan hukuman Tuhan, karena semua orang mungkin dan memiliki risiko terinfeksi. Kasihan kan, jika ternyata ada orang yang tertular HIV karena sial menerima transfusi tidak bertanggung jawab, penderita hemofilia serta bayi-bayi yang tertular dari ibunya? Mereka nggak tau apa-apa kok dihukum?
Semua opini, penilaian, justifikasi atau apa lah, sama sekali nggak penting, karena nggak memberikan kontribusi untuk memberi solusi mencegah penyebaran HIV.
Jadi ingat tulisan di tshirt saya : IF YOU GOTTA FUCK, . THEN FUCK BUT BE RESPONSIBLE, USE CONDOMS. T shirt itu hadiah dari seseorang, dan sering saya pakai sampai belel plus melar-melar nggak jelas. Pada akhirnya ia bernasib setragis kawan-kawan t- shirt dekil saya lainnya : dijadikan lap meja oleh ibu.
Saya menangkap pesan moral dari tulisan di t shirt itu sebagai ajakan untuk bertanggung jawab dalam setiap pilihan hidup.
Yang penting, memilih untuk melakukan sesuatu dalam kehidupan masing-masing dengan tanggung jawab; terserah bagaimana caranya - entah itu memakai kondom, tidak melakukan hubungan seksual sama sekali, setia pada pasangan[yang tidak terinfeksi HIV tentunya, kalau nggak ya sama aja boong], tidak bertukar pakai jarum atau alat-alat kesehatan lainnya, memastikan tattoo artist yang akan merajah tubuh anda memakai jarum baru *kedipkedipmata ke beberapa orang di sana. Hi Guys!*. Apapun.
Iya, berbuat dengan tanggung jawab pribadi lepas pribadi, bukan menghujat, bukan menghakimi.Titik. Itu saja.
Okay, terakhir.. ada yang bisa kasih saya solusi agar bisa tidur normal, nggak? :D
Recent Artworks in Gallery
Recent Posts in Blog
0
komentar