Satu hal yang paling mengerikan menjelang Hari Raya Idul Fitri adalah berada di pusat perbelanjaan atau pusat kota, soalnya ruame banget bo, sepertinya seluruh penduduk Bandung tumpah ruah di sana; bukan cuma jalanan yang macet karena dipenuhi kendaraan, trotoar pun penuh sesak, nggak ada tuh ceritanya bisa jalan melenggang santai, yang ada jalan ndesel-ndesel maju tak gentar dengan tas dipeluk di dada (untuk melindungi keamanan tas dan toket*hush* tentunya) sambil sekali-sekali berkata "adow!wong edhian" kalau kebetulan berhadapan dengan orang yang bertubuh lebih besar (soalnya bisa dipastikan saya kegencet atau terseret, minimal kaki terinjak lah)
Tapi beberapa waktu yang lalu, saat saya sedang tidak ada kerjaan dan kebetulan, seorang teman meminta saya untuk menemaninya berbelanja - saya nekad juga turun ke jalan.
Maka di sanalah kami berdua, berebut angkot, berjuang keras menembus banyak orang menuju di pusat kota.
Sekilas satu pertanyaan melintas di benak- yang sering juga saya tanyakan ketika menjelang natal, "Memang wajib ya belanja-belanji menjelang hari raya?"
Okay, tinggalkan pertanyaan itu, karena sekarang yang ingin saya bahas adalah : baju kokonya UJ.
Siapa UJ?
Tadinya saya juga nggak tau, tapi setiap penjaga toko busana Muslim selalu menawarkan "Ayo, teh, masuk dulu, dilihat-lihat.. kita punya lho, Baju kokonya UJ."
Selidik punya selidik, yang disebut UJ adalah Ustadz Jeffry Al Buchori. Oalah.
Baju koko tersebut bukan cuma ditawarkan secara verbal oleh penjaga toko, tapi ada juga beberapa toko yang menempel kertas karton manila yang ditulisi "Sedia Baju Koko Ustadz Jeffry Al Buchori". Saya jadi penasaran, seperti apa sih wujudnya Baju Koko UJ? Maka di salah satu toko saya iseng, masuk ke dalam dan menanyakan baju koko ini.
Ternyata biasa saja. Yah seperti baju koko kebanyakan, hanya yang ini diberi bordiran di bagian dada.
AADBKUJ? Ada Apa Dengan Baju Koko Ustadz Jeffry, sampai heboh banget di pasaran?
Kalau kata mbak-mbak penjaga tokonya sih, Baju koko UJ ini tampak keren kalau dipakai oleh yang bersangkutan setiap dakwah di televisi. Saya cuma mengangguk-angguk, sembari dalam hati berkata "Perasaan yang keren tuh bukan bajunya , tapi Ustadz Jeffry-nya,deh." (jelas lah,mantan model jamdul.hehe)
Kasus ini sama juga seperti beberapa bulan Ramadhan yang lalu, ketika Krisdayanti secara rutin muncul di sebuah sinetron Ramadhan. Setiap toko sibuk menjual "Jilbab Krisdayanti" atau "Kerudung KD", model jilbab/kerudungnya sih, biasa saja - tapi ya itu, jadi heboh, jadi trend gara-gara dipakai oleh seorang selebriti.
Bukan cuma itu, masih ada lagi 'potongan rambut Ariel Peter Pan (dulu) yang menyolok mata (secara harafiah)', 'potongan rambut Indie Barends', 'kacamata AFI', 'celana leggingnya duo Ratu' dan seterusnya dan seterusnya, yang kalau dipikir-pikir ya segitu aja, biasa aja.
Biasa saja tapi jadi trend karena dipakai oleh orang-orang yang begitu sering tampil di media massa.
...
Dalam satu sesi beromong kosong dengan salah seorang mahasiswa yang membahas mengenai gaya hidup masyarakat 'modern', sempat dibahas kecenderungan untuk bergaya(hidup tertentu) agar tetap menjadi eksis dalam kehidupan sosial, kalau Descartes berkata 'Cogito ergo sum' (jangan diplesetkan jadi coitus ergo sum atau coitus interruptus ergo sum, dong Mbak May! HAHAHA!) atau 'saya berpikir maka saya ada', maka masyarakat 'modern' kini berkata bahwa 'saya bergaya(hidup tertentu) karenanya saya ada'.
Semua orang beramai-ramai memakai tanda-tanda dan simbol gaya hidup tertentu untuk menunjukkan eksistensi dirinya. Simbol-simbol tersebut bisa berupa benda konsumsi tertentu, merek tertentu, agama tertentu, olahraga tertentu sampai aktivitas tertentu.
Tidak ada yang lepas dari ini. Tidak kamu, tidak mereka juga tidak saya. Mengkonsumsi Starbucks, nongkrong di cafe, memakai ponsel, menjadi zine makers, nongkrong di warung kopi, rajin berbelanja di pasar barang bekas, kekiri-kirian, menganut agama secara radikal, bahkan melakukan gerakan bike to work sekalipun.
Ketika kita memutuskan untuk meng'konsumsi' barang atau kebiasaan tertentu, otomatis kita telah masuk menjadi bagian dalam gaya hidup di mana barang dan kebiasaan tersebut berada.
Kita semua 'bergaya hidup' tertentu. Bahkan saya yang selalu berkata 'anti-trend-terkini' (jadi apa yang dilakukan dan dipakai semua orang, saya hindari) - pun sebenarnya saya telah masuk ke dalam gaya hidup 'anti-trend-terkini'
Cuma sayangnya, gaya hidup yang dianut kebanyakan masyarakat 'modern' cenderung seragam. Apa yang diperlihatkan oleh media massa, maka gaya hidup seperti itu lah yang diserap.
Iya, kekuatan media massa ini telah menyeragamkan selera masyarakat 'modern'.
Lihatlah beberapa majalah yang memuat objek-objek 'to-die-for', atau 'must-have', atau bertagline "single but happy", atau "independent and smart", acara-acara televisi khas budaya pop, ucapan-ucapan'secara', 'gitu lho' sampai 'capee deh', pada akhirnya mencoba untuk mengkomunikasikan 'Ini lah gaya hidup terkini, kalo lo nggak seperti ini, maka lo nggak keren.'.
Hal-hal seperti itu tampil berulang-ulang, menyerang bawah sadar masyarakat sehingga beramai-ramailah masyarakat mengkonsumsi objek tersebut dan menyerap gaya hidup yang ditawarkan. Semua yang tadinya dianggap biasa saja, lama kelamaan terlihat seperti benda-benda 'to-die-for', atau aktivitas-aktivitas yang di-must-do-i. (di-must-do-i, ki opo yo? hehe)
Selebriti (dan semua yang sering tampil di media massa) kemudian menjadi trend-setter gaya hidup.
Baju Koko UJ, kerudung KD, potongan rambut Ariel Peter Pan (dulu) yang menyolok mata (secara harafiah), potongan rambut Indie Barends, kacamata AFI, celana leggingnya duo Ratu - hanyalah obyek budaya populer. Juga capoeira, juga Mango, juga Manolo, juga pergi ke gym, juga clubbing , juga Chicklit, juga ini juga itu.
Mereka hanya obyek tanda (gaya hidup terkini) yang gencar digembar-gemborkan oleh media massa, untuk diserap oleh masyarakat (dan dengan ajaibnya selalu terserap dengan sukses)
.....
Anyway, sudahkah anda ramai-ramai membeli baju koko UJ untuk Hari Raya Idul Fitri nanti?
Selamat berbelanja. :D
Recent Artworks in Gallery
Recent Posts in Blog
0
komentar