"Duuuh tolong deh Mbaaak, jangan merengek-rengek gitu"
"Duh, lembeknya.. nggak asik"
"Duh, bisanya cuma pamer toket aja..."
(perbincangan ayah-anak sambil menonton fear factor indonesia)
.....
Hubungan saya dan ayah sudah sejak lama tidak akur........ di depan televisi. Bayangkan, nyaris setiap malam kami berebutan remote control; siapa pun yang berhasil terlebih dahulu memegang benda itu, hukumnya adalah : jangan dilepas, karena diletakkan barang satu menit saja, saingan bakal merebut dan memindahkan channel. Yah, kami memang berbeda selera - ayah saya suka menonton acara yang berbau-bau olahraga, sedangkan saya, hmmm... saya suka acara apa ya? Ah, sesungguhnya saya tidak punya jenis acara favorit khusus, hanya saja, saya tidak suka acara olahraga.
Hanya acara-acara tertentu yang membuat kami akur: satu; Who wants to be millionaire dan Fear Factor. Untuk acara terakhir, kami rajin mengikuti tantangan demi tantangan dalam episode acara tersebut, mulai dari yang mengerikan sampai yang menjijikkan.
Lalu sejak munculnya acara Fear Factor Indonesia, kami juga tetap akur mengikuti.... untuk mencela. Ini karena : pertama; tantangannya tidak seheboh Fear Factor sono, kedua, para pesertanya cenderung lembek dan kedua; aura kompetitifnya sama sekali nggak terasa.
Entah dalam episode Fear Factor Indonesia, kami kompak mencela peserta cewek yang bolak-balik merengek di setiap stage tantangan yang ia hadapi.
Dalam salah satu episode, ada sebuah tantangan, di mana semua peserta dimasukkan ke dalam sebuah tabung kaca dan diborgol dan ditimbun oleh cacing. Para peserta episode tersebut, yang kebetulan perempuan semua, mulai merengek.
Saya kembali mencela, tapi tumben - kali itu ayah bukan ikut mencela tapi bertanya pada saya.
"Kamu berani kalau ditimbun cacing kayak gitu?"
Saya berpikir keras sambil membayangkan, bagaimana rasanya ditimbun cacing sebanyak itu. Tiba-tiba saya bergidik. Entah ya, kalau memang harus dihadapi, mungkin mau tidak mau saya berani. Tapi saat membayangkan, saya panik sendiri.
"Nggak tau deh... nggak ngerti, kayaknya ditimbun cacing sebanyak itu ngeri juga kali ya?"
"Hehehe, Kita nyela-nyela gini, tapi kalo harus ngelakuin belum tentu bisa juga kali ya. Nyela emang gampang ya?" kata ayah saya sambil terkekeh.
"Iya, emang..."
Saya jadi teringat, pernah mencela-cela seperti ini juga saat menonton pesohor yang pernah mengikuti kuis Who Wants to Be A Millionaire, gara-gara ia tidak mampu menjawab sebuah pertanyaan pengetahuan umum yang mudah.
"Gitu aja nggak bisa! Bego!"
Tapi waktu saya mengikuti kuis serupa dalam sebuah acara intern, ternyata ada dua pertanyaan mudah yang tidak bisa saya jawab. Kenapa? Karena saya grogi - dan itu membuat blank.
Saya juga pernah, mencela-cela beberapa dari banyak novel-novel yang muncul belakangan ini.
"Ceritanya segitu doang? Duh, gue bisa nulis lebih bagus dari ini...."
Tapi waktu saya mencoba untuk membuat sebuah novel..... saya terkena writer's block pada setiap chapter dan akhirnya menyerah, takluk.
Well, oh well....Memang benar kata ayah saya, nyela itu gampang banget. Melakukannya? Belum tentu....
.....
"Eh toket tuh apaan sih,kKe?"
"Hah?"
"Iya, toket tuh apaan..."
"Hihihi, adda ajaa..."
"Lah?"
(lanjutan perbincangan ayah-anak sambil menonton Fear Factor Indonesia)
Anyway, enough about fear factor... tau nggak, kamu semua... saya lagi jatuh cinta......... dengan pria ini... :)
Recent Artworks in Gallery
Recent Posts in Blog
0
komentar