Aku duduk dalam angkot. Mau pulang, betisku sudah pegal berjam-jam mengitari pusat pertokoan. Bukan, kok.. bukan untuk berbelanja. Aku hanya ingin berjalan-jalan, memperhatikan macam-macam tingkah orang yang tumpah ruah disana, berbelanja baju, sepatu, bahan makanan, kartu lebaran dan sejuta keperluan mereka. Mungkin untuk lebaran. Mungkin untuk natal. Mungkin untuk tahun baru. Mungkin untuk.. entahlah...
Didepanku ada sepasang lansia , dan sebuah keluarga muda dengan satu anak (setidaknya itu lah dugaanku), topik pembicaraan mereka sama : berlebaran. Disebelahku ada sepasang remaja putri yang sibuk membahas apa yang sudah mereka dapat di pusat pertokoan tadi. Disebelah sananya , ada beberapa orang lagi, yang tidak bisa kuperhatikan. terlalu jauh dari tempat dudukku.
Diluar hujan rintik. Aku heran, mengapa hanya sedikit orang yang tertarik untuk masuk dalam angkot dan pulang sepertiku? Apakah kegiatan berbelanja mereka belum juga usai?. Dan Angkotku tidak akan maju, menunggu penuh.
Tiba-tiba seorang remaja laki-laki masuk ke dalam angkot. Gayanya ramai sekali. T shirt merah pas badan, celana selutut bermotif loreng, sepatu boots, ikat pinggang 'berduri'. Kalung-kalung rantai bertumpuk, gelang berduri, dan rantai. Semuanya berbunyi setiap si pemilik bergerak.
Tak lama kemudian, masuk lagi seorang remaja laki-laki, dengan gaya yang tak kalah ramainya. Ia tersenyum melihat remaja laki-laki yang telah duduk sebelumnya.
"Yo, whuzzup?" kata si remaja yang baru masuk, sambil mengangkat tangan kanannya. Dan mereka bersalaman dengan cara yang khas. Ternyata mereka saling kenal. terbukti, tidak sampai semenit setelah remaja yang kedua mendapat posisi duduk yang cukup nyaman, mereka mulai mengobrol, dengan suara keras sekali, dan intonasi yang khas. Menandai mereka berasal dari kota ini dan sekitarnya. Volume suara mereka, mau tidak mau membuat seluruh penumpang terdiam satu persatu. Entah karena kalah keras, atau mungkin sepertiku, usil menguping?. Angkot mulai berjalan, padahal belum terlalu penuh. Mungkin supir angkotnya bosan menunggu.
"Gue ketemu Yanti, Anjing..." kata salah satu dari mereka.
"Dimana, Anjing?" sahut yang lain. Mereka menggunakan kata anjing disetiap akhir kalimat. Gaya Khas pembicaraan anak muda dari kota ini dan sekitarnya. Terdengar kasar memang, tapi sesungguhnya itu lah gaya pembicaraan yang menunjukkan bahwa mereka akrab.
"Itu tadi, di Ka eP Ce, Anjing.." jawab satunya, mungkin maksudnya KFC.
"Trus?"
"Gue teh pengen nyamperin, tapi teu wani (nggak berani), siah anjing!"
"maneh teh bogoh ka Yanti (kamu tuh suka sama Yanti), anjing?"
"pisan (banget).."
"kunaon (kenapa)?"
"abis, Yanti teh peminis pisan, anjing.." mungkin maksudnya feminin.
Dan pembicaraan mereka berlanjut, dari sekolah mereka. Ternyata mereka masih SMA, tentang Titi Kamal, tentang intel, tentang perkelahian antar sekolah. Yang jelas, banyak sekali anjing dalam pembicaraan mereka.
Sungguh, aku tidak sebal dengan 'anjing' mereka, walaupun tidak enak terdengarnya, tapi isi pembicaraan mereka membuatku susah payah untuk menahan tawa. Sesekali mereka menyanyi-nyanyi,"Welkam to de jenggel (mungkin maksudnya welcome to the jungle)". Kadang-kadang ketika yang satu mencela yang lain, maka yang lain akan membalas, "Ka aing eta teh (ke gue itu)? Pak Yu (mungkin maksudnya fuck you)!". Heboh. Mereka tidak sadar, bahwa hanya mereka saja yang mengobrol, yang lain tidak.
"Kiri!" salah satu dari remaja itu tiba-tiba berteriak. Dan keduanya pun turun. Yah, hilang sudah hiburan sepanjang sisa perjalanku menuju rumah. Masih terdengar, teriakan keduanya ketika angkot kembali menderu, dan mencipratkan air ke celana mereka,"anjing! celana gue! pak yu!"
kami yang tersisa dalam angkot saling berpandangan, dan ketika tatapan kami bertemu, tanpa bisa ditahan lagi, kami terkekeh-kekeh geli.
Recent Artworks in Gallery
Recent Posts in Blog
0
komentar