huh, see? gue gak kalah sama blogger :P enak aja... heheh :-).
Btw, ini sambungan ceritanya..
aku bukan hanya ingin merokok 2
Terdengar suara langkah kaki dari dalam, Dia kah itu? sosok itu berdiri di mulut pintu. Aku tidak yakin, karena hanya siluetnya saja yang terlihat.
"hey, masuk!" serunya, itu memang dia! Aku mengenali suaranya! Aku berjalan mendekat, kini aku bisa melihat jelas tubuh tegapnya, kumis dan jenggot di wajahnya, rambut ikal sebahunya, ikat kepala yang tak pernah dilepasnya, bahkan bekas luka di keningnya. Mungkin bagi sebagian teman-temanku ia tampak mengerikan. Tapi bagiku ia terlihat.... sangat tampan dan gagah!
Aku masuk kedalam rumah kayu itu, dan mengambil tempat duduk diatas meja, karena disana memang tidak ada kursi.
"ini!" dia melemparkan sebungkus rokok putih, rokok milikku yang kutitipkan padanya. Kuambil satu batang, suatu kemajuan yang luar biasa (atau kemunduran?) kini aku hanya merokok sebatang sehari. Bahkan sebenarnya malam ini, aku tidak benar-benar ingin merokok, aku hanya ingin mendengarkan cerita. Kusulut batang itu, dan menghirup racunnya dalam-dalam, mengotori paru-paruku.
"mau tuak?" dia menyodorkan sebuah botol berisikan cairan kuning bening.
"Obrigado barak, tapi aku nggak minum, manu!" kataku, menolak dengan halus.
"kamu tidak dicari sama mereka?" tanya dia sambil meneguk arak langsung dari botolnya.
"nggak... jangan ngadu ya!!" kataku sambil menyeringai. Ia tertawa.
Seperti biasa, laki-laki itu duduk disampingku, dan ia mulai bercerita, tentang kematian anggota keluarganya, tentang kebakaran rumahnya, tentang penyiksaan-penyiksaan itu, tentang tunangannya secara adat, tentang mimpi-mimpinya untuk pergi keluar tempat ini, tentang keinginannya untuk belajar bahasa inggris, tentang keinginannya memajukan sanggar yang ia miliki, tentang ini, tentang itu.. dan aku hanya terdiam, mendengarkan seperti biasa.
Kupandangi wajah laki-laki itu, jelas sekali, banyak gurat-gurat disana, gurat-gurat kecemasan, kelelahan, kesedihan karena harus kehilangan orang-orang yang dicintainya. Seharusnya aku tidak memanggilnya manu, karena ia seumur denganku, tapi gurat-gurat itu membuatku salah menduga ketika pertama kali berjumpa, ia tampak matang, lebih tua dari umur yang sebenarnya. Dan aku memanggilnya manu sampai sekarang.
Rokokku telah habis dari tadi, dan malam semakin larut, mungkin ini telah pagi... Aku harus pulang, sebelum mereka mencariku. Aku berdiri.
"Manu, aku harus pulang.." kataku sambil mundur beberapa langkah, Ia turut berdiri, dan berjalan mendekatiku, kini aku berhadap-hadapan dengannya, aroma tembakau bercampur tuak menyerang hidungku. Seharusnya aku takut, tapi tidak. Aku percaya laki-laki itu tidak akan menyakitiku. Dibalik penampilan liarnya, ia memiliki hati yang baik.
Aku mendongak.mencoba memandang wajahnya.
"sini! aku antarkan pulang.. tidak baik perempuan malam-malam berjalan sendiri.." Akhirnya dia benar-benar menemani aku pulang, sepanjang jalan, dia masih bercerita tentang banyak hal, sedangkan aku hanya diam, mendengarkan, seperti biasanya. Begitulah yang terjadi hampir setiap malam, yah, aku bukan hanya ingin merokok, aku hanya ingin mendengarkan cerita, dari seorang saksi mata.
"Taya.." katanya, ketika tinggal beberapa meter lagi dari tempat tinggalku, ia langsung berbalik, berjalan cepat, menembus gelapnya malam. Ada perasaan aneh, menjalari diriku. Tertarik kah aku padanya? sukakah aku padanya? atau hanya simpati? entahlah, sampai kini pun perasaan itu belum bisa aku mengerti.
keterangan
Manu : kakak laki-laki
bon noite : selamat malam
obrigado barak : terima kasih banyak
Taya : selamat malam - diucapkan pada waktu hendak tidur.