aku bukan hanya ingin merokok 1
sudah satu jam aku berpura-pura tidur , waktu terasa lama berlalu. Kutunggu suara-suara mengobrol lirih itu berubah menjadi nafas-nafas panjang, dan dengkuran halus. Akhirnya, sepi... tapi untuk lebih meyakinkan diri, aku berdehem keras, menunggu reaksi dari mereka yang mungkin belum terlelap. Tidak ada.... sekarang aku yakin semuanya benar-benar sudah tidur.
perlahan aku keluar dari sleeping bagku, berjingkat-jingkat melangkahi tubuh-tubuh yang tidur bergelimpangan, menuju pintu keluar.
Malam itu aku menyelinap keluar lagi. Tidak ada yang tahu. Jika malam-malam sebelumnya aku hanya ingin memenuhi kecanduanku terhadap nikotin, kini tidak, aku hanya ingin mendengarkan sebuah cerita.
Aku melangkah perlahan menyusuri jalan setapak, menuju sebuah tempat. Sejauh mata memandang, hanya hitamnya malam yang terlihat. Langit mendung.
Bintang, bintang yang biasanya menyinari jalanku malam-malam kemarin, dimanakah engkau berada? terangilah langkahku malam ini, agar aku tidak terperosok....
Jalan benar-benar gelap, semakin jauh semakin pekat. Tapi aku tidak ingin kembali.
Ku rogoh saku jaketku, mengambil senter, yang selalu ada disana. Nyala senter itu sangat redup, dan tidak membantu sama sekali. Aku tetap berjalan, suara gemerisik daun dan binatang liar mulai mencekam, dan membuat bulu kudukku berdiri.
Hanya dalam sepuluh langkah, senter itu mati! Kembali aku harus berjalan dalam gelap. Aku mulai mengucapkan doa secara bersungguh-sungguh, dalam hati.. "ya Tuhan! Jangan ada apa-apa terjadi padaku malam ini! jangan biarkan aku tersesat!"
Mungkin doa yang diucapkan sungguh-sungguh akan didengarNya, karena kemudian aku melihat cahaya lilin. Aku tidak tersesat! Kupercepat langkah kakiku, menuju arah cahaya dengan yakin. Semakin dekat, aku dapat melihat bahwa cahaya tersebut bersumber dari teras sebuah rumah kayu yang sangat sederhana. Tujuanku telah terlihat. Dan dengan yakin, ku ayunkan langkah menuju kesana.
Tampak sekumpulan laki-laki sedang berada di teras rumah itu, sedang mendiskusikan sesuatu. Entah apa, politik mungkin? Atau hanya berbagi cerita tentang keluarga? Atau kekasih? Entahlah, mereka berbicara dengan bahasa yang tidak ku mengerti.
"Bon noite," tepat ketika aku menjejakkan kaki di undakan pertama tangga teras, aku mengucapkan salam pada kelompok laki-laki tersebut. Semua kepala menoleh, awalnya dengan pandangan curiga. Aku mengangkat tangan kananku dan tersenyum. Beberapa aku kenal, dan membalas senyumku. Salah satu dari mereka berdiri dan berjalan menuju pintu, lalu berteriak ke dalam.
"Pacar kau datang disini, hey!" suaranya menggelegar. Duh, Pacar?
(bersambung)