kekerasan terhadap perempuan itu.
perempuan itu berada di tengah sahabat-sahabat lamanya pada suatu sore, disebuah restoran. Dimeja mereka berserakan piring-piring kotor bekas makanan, bergelas-gelas minuman dingin yang sudah setengah penuh dan asbak berisi puntung-puntung rokok. Mereka semua telah berubah, menjadi pribadi yang berbeda tapi itu tidak membuatnya merasa terganggu. Perempuan itu tetap merasa bahagia, karena setelah sekian lama berpisah, mereka masih bisa berkumpul lagi, mengobrol kian kemari tak berujung dan berpangkal, mengenang masa lalu. Tapi tiba-tiba muncul satu pertanyaan dari salah satu sahabat lamanya, yang sangat mengganggunya, ia kesal, namun berusaha menguasai diri, ia tidak ingin merusak suasana.
"siapa pacar lo sekarang?" tanya salah satu temannya.
"nggak ada.." jawab perempuan itu singkat, dan berharap pertanyaan tidak akan berlanjut.
"si A?"
"putus.."
"nggak ada lagi abis itu?"
"ada, beberapa.."
"dasar buayaaa.." seru yang lain sambil tertawa. Perempuan itu mulai kesal. Namun tampaknya, sahabat-sahabat lamanya tidak mengerti.
"Gue masih heran kok bisa udahan sama yang dulu itu. Perasaan tu orang cinta banget sama lo. Malah dia sempet bilang mau ngelamar lo pertengahan 2001. Jadi dilamar nggak?"
"nyaris..."
"trus?"
"gue putusin"
"kenapa?"
Perempuan itu menghempaskan nafasnya. ia memutuskan untuk tidak menjawab lebih lanjut. Tapi, ia melihat mata sahabat-sahabatnya seolah 'menunggu' penjelasannya.
"gue tersiksa bareng dia.." akhirnya ia bercerita juga, karena jika tidak, sudah tentu sahabat-sahabat lamanya akan memaksa.
"dia nyiksa elo?" mulut-mulut mereka menganga.
"yup"
"nampar?"
"bukan. cemburuan. Gue tersiksa dengan cemburunya" ia mengedarkan pandangannya, mengamati satu satu wajah serius para sahabatnya.
"oh itu wajar... kan cinta, cemburu dalam hubungan itu biasa lagi! Suami gue aja, udah married gini masih suka cemburu... itu tandanya cinta..Ah lo aja yang bermasalah dengan komitmen" salah satu dari mereka mencibir.
"dia ngebatesin pergaulan gue, gak boleh jalan sama ini, gak boleh jalan sama itu, kemana-mana musti laporan sejam sekali, lagi jalan sama siapa, mau ngapain, sampe jam berapa..." lanjut perempuan itu.
"lah, wajar juga... klo udah ada komitmen, musti ada batas dong, jangan kelayapan mulu..., lagian itu tandanya dia cinta banget sama elo" lanjut yang lain sambil tertawa kecil.
"dia mentertawakan pendapat dan mimpi-mimpi gue, dan ia selalu memaksa gue untuk memasukkan rencana dia dalam mimpi-mimpi gue tentang masa depan..." ia merasa pelupuk matanya memanas. Teringat akan masa lalunya.
"ah itu elo aja yang sensi.. Aduh, nobody is perfect, say.. elo mesti nerima pasangan elo apa adanya dong... aduh, elo tuh..., yang salah tuh elo!" yang lain tertawa, merasa bahwa hal itu lucu.
"nggak lucu." dia menyeringai, menutupi kekesalannya.
Dan topikpun berganti, masing-masing membicarakan pasangannya dan hubungan percintaan teman-teman yang lain. Bagaimana salah seorang teman laki-laki mereka memaksa pacarnya untuk berambut panjang, bagaimana pacar salah satu dari mereka mengancam akan bunuh diri jika ditinggalkan, bagaimana teman yang lain selalu 'gerah' menerima kiriman sms nasty dan attachment gambar-gambar porno di email dari pria HTI-nya, bagaimana si Y suka memaki-maki tunangannya jika marah. Bagaimana si Z suka mengikat istrinya jika mereka hendak bercumbu. Dan semua itu dianggap hal yang wajar , sebagai riak-riak yang memperkaya dan mewarnai suatu hubungan, itu kata mereka.
Tiba-tiba perempuan itu merasa kasihan pada sahabat-sahabatnya. Mereka tidak tahu bahwa kekerasan terhadap perempuan bukanlah terjadi secara fisik saja, tapi bisa juga terjadi secara emosional dan seksual. Bagaimana seluruh bentuk kekerasan terhadap perempuan bisa benar-benar dihapuskan, jika para korban menganggap bahwa hal itu wajar?
........
yes, A.. it's been a long time, but I'm sorry I still can't forgive you!