Bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian.
Akhirnya gue termakan bujuk rayu ibu ini untuk facial! And it was my first facial, first time in 2003, first time in my life. Ibu ini emang bakat jadi tenaga marketing kali ya, ngerayunya jago gitu... mengiming-imingi gue dengan hasil kulit nan indah.... atau emang gue yang gampang kerayu? hehehe
But I never thought it was THAT painful.. orang yang ‘ngerjain’ muka gue itu rada-rada sterk, dan dia dengan sepenuh hati dan sepenuh tenaga, ngerjain tugasnya… hiyaiy,.. ouch! Muka gue dipencet-pencet, ditarik sana, ditarik sini, ditusuk-tusuk, dibanting, diuleni… (ini facial apa bikin roti sih? Hihi.. maab jayus, ketularan enda dan erly!!). Gue pikir kulit muka gue bakal jadi lebih bagus, langsung setelah proses selesai, tapi enggak dong, ternyata gue musti mengalami muka gue bintik-bintik dulu selama sehari, baru setelah itu kerasa hasilnya. At the moment, suka deh gue, sama kulit muka gue.. hehehe….. pepatah bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian, berlaku banget dalam kasus ini (kali, ye..). Tapi buat facial lagi? Ehmm… ntar dulu deh, trauma sama sakitnya. hehehe!..:P
Anyway, mungkin karena percaya akan janji ‘bersenang-senang kemudian’ , banyak orang yang suka gak pake mikir dua kali untuk ngejalanin ‘bersakit-sakit dahulu’ dalam beberapa hal. Contohnya facial tadi atau kalau enggak yang lebih sakit deh, temen gue ikut program perawatan kulit dari seorang dokter, salah satu programnya tuh, pengelupasan kulit, selama prosesnya (yang berlangsung sekitar semingguan), kulit temen gue bakal jadi merah, meradang, dan mengelupas kaya’ ular ganti kulit. Dan menurut pengakuan temen gue itu, perih banget, tapi emang seudahnya kulit dia jadi bagus banget, kayak kulit bayi… makanya dia rela berperih-perih kayak gitu enam bulan sekali. Udah gitu ada operasi plastik, ada program ini dan itu, yang intinya menjanjikan orang2 untuk mendapatkan ‘keadaan fisik’ yang lebih baik. Sampe sekarang, ada satu hal yang masih bikin gue amazed: orang yang dengan gagah beraninya bolak-balik ditindik…, mulai dari tindik kuping berjejer enam sampe delapan, tindik idung, bibir, lidah, pusar, sampai ke tempat-tempat yang nggak wajar. Iya, gue tau, orang-orang itu rela melukai badannya karena percaya, kalau lukanya sembuh mereka bisa ‘bersenang-senang’ , bergaya, menggunakan segala macem bentuk anting yang ada , tapi kan jarum, man! Badan lo ditusuk-tusuk lagi! (hehehe… jadi inget niat nindik idung yang gagal mulu karena takut sakit!)
Oh, ya soal tindik menindik, gue pernah bikin tulisan soal body piercing, dan dapet beberapa fact yang menarik, here they are:
1. Orang Romawi menindik puting sebagai tanda keberanian, yang sekaligus juga berfungsi sebagai kaitan untuk menyangkutkan jubah luar pakaiannya. (ouch! Ouch! Ouch!)
2. Orang Afrika Selatan, Amerika Selatan, Amerika Utara, India dan Indonesia, menindik bagian tulang rawan telinganya, selain untuk mempercantik diri, juga untuk menunjukkan kekayaan, sedangkan dibeberapa tempat, penambahan jumlah lubang tindik, dimaksudkan untuk menunjukkan peningkatan kualitas hidup.
3. Orang Yunani menindik alis, hidung dan pusar sebagai tanda bahwa orang tersebut adalah anggota kerajaan. Sedangkan tindik hidung di India, berfungsi untuk mempercantik diri dan orang Aborigin (juga suku-suku di Papua) menindik sekat hidung mereka untuk menunjukkan status mereka sebagai prajurit.
4. Dengan menindik lidah, orang-orang suku Maya, menganggap bahwa mereka secara rohani akan menjadi lebih baik, karena mereka percaya dengan lidah ditindik, mereka dapat berbicara dengan arwah nenek moyangnya dalam upacara2 ritual mereka.
5. Tindik bibir, di Australia, Papua, Afrika, India, Amerika Utara dan Selatan, , menunjukkan bahwa seseorang telah melewati masa anak-anak dan memasuki masa dewasa.
6. Di Bavaria dan Turki, tindik pada alat kelamin perempuan ini bertujuan untuk menarik perhatian kaum laki-laki dan dipercaya berguna untuk meningkatkan segala sesuatu yang berhubungan dengan kualitas hubungan seksual.
7. Di berbagai daerah di Asia Tenggara dan juga India, Prancis, Kalimantan, Cina, kepulauan Samoa, kaum pria menindik alat vitalnya dengan macam-macam tujuan, selain untuk meningkatkan kualitas hubungan seksual, juga untuk menunjukkan identitas pria dewasa, (bahwa pria tersebut telah memasuki masa pubertas). Tindik alat kelamin juga dipercaya dapat menstimulir produksi kelenjar prostat.
See? Ternyata dimana-mana, dan kapanpun jamannya, ,manusia punya habit, rela bersakit-sakit, untuk bersenang-senang mendapatkan ‘keadaan’ yang lebih baik, entah itu kualitas kesehatan yang dipercaya lebih baik lah, entah itu jadi lebih cantiklah, atau mungkin jadi lebih PD dengan pamer status sosialnya…
So guys, how far have you gone to ‘hurt’ yourself to be better (in any cases)?